26 Oktober 2009

Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pertumbuhan industri di Tangerang, pada satu sisi memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun di luar itu, nampaknya masyarakat harus menanggung beban yang besar. Apalagi jika pertumbuhan industri tumbuh dengan mereduksi kepentingan publik menjadi komoditi yang dieksploitasi untuk kepentingan sesaat dan jangka pendek.

Permasalahan krusial yang terpampang di depan mata adalah terkait dengan dampak pencemaran limbah industri. Seperti yang pernah disampaikan Asep Jatnika, Kepala Pengawasan dan Pengendalian Limbah Kabupaten Tangerang, dalam sebuah acara Dialog Publik bertajuk Demokrasi dan Lingkungan Hidup di Tangerang.”Banyak industri besar, termasuk industi penghasil B3, yang membuang limbahnya ke sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Sebanyak 192 industri di Tangerang berpotensi menghasilkan limbah cair, 111 industri mempunyai IPAL dengan total potensi limbah cair 8.815 m3/hari dan 81 industri tidak memiliki IPAL dengan potensi limbah cair 8.370 m3/hari,” ujarnya.

Tidak berhenti sampai disitu, data tersebut masih ditambah dengan 110 industri yang berpotensi menghasilkan limbah gas. Dari jumlah tersebut, baru 50 industri yang memiliki cerobong yang sudah sesuai dengan Keputusan Bapedal Nomor: 205/Bapedal/07/1996. Belum lagi dengan dengan adanya 311 industri yang berpotensi menghasilkan limbah padat. 161 diantaranya menghasilkan limbah pada non B3, dan 150 lainnya menghasilkan limbah padat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Bisa dibayangkan, kerusakan lingkungan yang lebih parah akan terjadi, apabila pertumbuhan industri tidak disertai dengan adanya keseimbangan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup. Padahal kita tahu, lingkungan yang sehat adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk terwujudnya masyarakat yang sejahera dan berkualitas.

Datanglah untuk melihat sungai-sungai yang mengalir di daerah padat industri, Tangerang misalnya. Kebanyakan sudah tercemar. Sungai Cisadane, Sungai Cirarab, Sungai Cimanceri, Sungai Angke, dsb, lebih tepat disebutkan mengalirkan limbah daripada mengalirkan air. Tidak bisa disangkal, perkembangan industri meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya air sehingga terjadi penurunan kualitas air.

Ironisnya, di saat yang sama, sungai-sungai yang mengalir di Wilayah Tangerang banyak dimanfaatkan untuk keperluan masyarakat, seperti mandi, mencuci, dan pertanian. Dalam jangka panjang, bahaya yang lebih besar akan mengancam. Sebab untuk memulihkan lingkungan yang rusak membutuhkan dana yang tidak sedikit dan jangka waktu yang relatif lama.

Nampak sekali, bahwa Pemerintah tidak berdaya mencegah agar kerusakan tidak terjadi dan lingkungan hidup tetap lestari. Padahal perangkat untuk itu sudah disediakan. Sebut saja yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran air, kita mempunyai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air, Keputusan Menteri No. 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu bagi Kegiatan Industri dan Keputusan Menteri No. 113 Tahun 2003 tentang Limbah Domestik.

Lemahnya penegakan hukum (law inforcement) masih ditambah dengan adanya krisis acuh tak acuh masyarakat. Masih minimnya kepedulian dan perhatian masyarakat atas regulasi yang sejatinya menjamin masa depan dan kesejahteraan. Akibatnya, kontrol sosial tidak terbangun.

Kita sepakat, industri di Tangerang harus tumbuh. Namun kita juga tidak setuju apabila pertumbuhan industri dilakukan dengan cara-cara yang menerapkan pencegahan pencemaran lingkungan dengan menerapkan teknologi bersih, pemasangan alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang, dsb. Dalam konteks ini, adanya regulasi seharusnya difungsikan secara efektif untuk kepentingan mencegah kerusakan. Bukan semata-mata untuk kepentingan PAD, karena mensyaratkan biaya administrasi untuk perijinan-perijinan tertentu. Betapapun besarnya, kerusakan lingkungan tidak tergantikan oleh uang.

Bila saja bencana bisa dihindari, maka tidak perlu lagi ada biaya untuk litigasi suatu bencana. Dengan demikian, biaya tersebut bisa digunakan untuk investasi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan itu bisa dilakukan bila seluruh pabrik di Tangerang, juga di Indonesia, peduli terhadap lingkungannya.(*)

Oleh: Kahar S. Cahyono
Tangerang Tribun, 19 Oktober 2009

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kembali lagi ke atas