29 November 2009

Berjuang Melalui Tulisan (Karena Saya Ingin Menjadi Penulis Hebat)



Ada yang bertanya, sesungguhnya apa yang akan menjadi fokus perhatian saya kedepan? Sebagai penulis, aktivis serikat pekerja, peneliti, atau fokus pada karir sebagai karyawan kantoran? Setiap kali mendapat pertanyaan itu, yang pertamakali saya lakukan adalah tersenyum. Sulit untuk menjawab dengan segera, sebab sesungguhnya saya sangat menikmati semua aktivitas tersebut.

Apalagi saat ini saya masih tercatat sebagai Bendahara DPW FSPMI Provinsi Banten, Sekretaris Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Serang, Koordinator Umum Forum Solidaritas Buruh Serang, dan pernah menjadi Anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Serang. Saya juga bekerja di bagian Manajemen Information System pada sebuah perusahaan swasta, namun juga menyempatkan diri untuk menulis. Beberapa tulisan saya dimuat di El-Ka Sabili, Fajar Banten, Radar Banten, Tangerang Tribun, dan beberapa majalah/buletin komunitas seperti Arsitek, Garis, dan Lembur.

Namun dari semua opsi di atas, yang terus menghentak-hentak diri saya adalah panggilan jiwa untuk menulis. Apapun pekerjaan saya. Setidaknya inilah yang pernah saya abadikan dalam sebuah diary, saat duduk di bangku kelas 3 SMK. Saat itu saya membuat catatan kecil tentang hal yang paling saya inginkan saat masih muda: (1) Mendapat pekerjaan yang menyenangkan; (2) Memiliki istri cantik jelita di usia muda (saya terinspirasi buku ”Kupinang Engkau dengan Hamdalah”, karya Mohammad Faudzil Adhim); (3) Menjadi penulis; (4) Memiliki rumah dengan perpustakaan kecil di dalamnya, dan (5) Mati masuk surga.

Ya, saya ingin menjadi penulis sukses. Karena itu, saya harus melakukan pembenahan terhadap mental saya. Sebab saya percaya bahwa hanya penulis hebat yang akan bisa menjadi penulis sukses. Penulis hebat tidak ditentukan oleh seberapa banyak karya kita yang sudah dipublikasikan, tapi oleh seberapa tangguh kita dalam berjuang untuk mewujudkan impian sebagai penulis sukses.

Alhamdulillah, sekarang ada buku CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT yang bisa memandu kita untuk menjadi penulis hebat sekaligus penulis sukses. Anda bisa mengetahuinya lebih rinci di http://www.penulishebat.com. Atau apabila anda tergabung dalam situs jejaring sosial, saya sarankan untuk berkunjung ke http://www.facebook.com/penulishebat . Ups, masih ada lagi, tepatnya di alamat ini http://www.twitter.com/penulishebat


PASANG SURUT SEMANGAT MENULIS

Di bulan Oktober – Nopember 2009 ini, saya beberapa kali menjuarai lomba kepenulisan. Sebut saja menjadi Juara Harapan ”Your Share Career Story” yang diselenggarakan konsultankarir.com, Pemenang Utama Penulisan Kesan dan Saran Pada Ulang Tahun ke-3 Harian Online Kabar Indonesia, Juara 2 Rose Heart Writing 2009, dan Terbaik 3 Lomba Resensi Buku Paris Lumiere de L`amour yang diselenggarakan Lingkar Pena Publishing.

Kendati demikian, saya masih merasa belum apa-apa. Sebabnya adalah, saya menyadari benar bahwa semangat menulis saya pasang surut. Perhatikan catatan berikut; Tahun 1999 – 2001 saya mulai menulis, karena terpaksa sebenarnya, sebagai konsekwensi keikutsertaan saya dalam Journalitic Technical Hight School yang diselenggarakan SMKN 1 Blitar. Meskipun, saat itu, tulisan saya hanya sebatas dimuat di majalah sekolah.

Pada periode itu, dengan mesin ketik yang saya pinjam dari kantor desa, saya menulis puluhan naskah untuk Jawa Post, Majalah Annida, dan Majalah Anneka Yess. Hasilnya? Tidak ada satu pun yang dimuat. Soal pinjam mesin ketik dari kantor desa tidak usah diulas panjang lebar, karena kebetulan orang tua saya sebagai Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan, sehingga saya memiliki akses untuk membawa pulang mesin ketik itu malam hari, dengan catatan pagi-pagi sebelum kantor desa dibuka mesin ketik itu sudah ada ditempatnya.

Setelah 5 tahun vakum dari dunia menulis, saya kembali menulis tahun 2006, dan pada medio inilah untuk pertamakalinya tulisan-tulisan saya secara berturut-turut menembuas media massa. Tulisan pertama saya di majalah El-Ka Sabili saya ketahui saat mengikuti Pekan Diskusi Perburuhan di Pandeglang-Banten, saat itu secara tidak sengaja saya melihat gadis berbaju SMA (yang kemudian saya ketahui putri pemilik hotel) membaca majalah Sabili di loby hotel tempat acara diselenggarakan. Setelah itu, hampir setiap minggu tulisan saya dimuat di berbagai media yang berbeda.

Tahun 2007 dan 2008 saya kembali tidak lagi mengirimkan satu pun tulisan ke media, dan kembali menulis pada tahun 2009 ini. Itulah sebabnya, ketika mengetahui ada buku CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT, saya sangat antusias. Saya berharap motivasi menulis saya tetap terjaga. Sebab buku ini bukan sekedar teori penulisan, namun lebih kepada pembenahan terhadap mental seorang penulis.

”Penulis hebat tidak ditentukan oleh seberapa banyak karya kita yang sudah dipublikasikan, tapi oleh seberapa tangguh kita dalam berjuang untuk mewujudkan impian sebagai penulis sukses,” Kata Jonru ketika mengenalkan buku ini.

Sebagai informasi, saat ini buku "Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat" yang tersedia adalah berformat ebook. Versi cetak belum tersedia. Jadi buku ini belum bisa didapatkan di toko buku terdekat. Untuk versi ebook, terdapat sejumlah PENAWARAN FANTASTIS yang tidak berlaku untuk versi cetak. Misalnya, harga ebooknya hanya Rp 49.500, tapi setiap pembeli mendapat voucher diskon Rp 200.000 dari SMO. Hm, menguntungkan sekali, bukan? Apalagi, ini adalah DISKON SMO TERBESAR yang pernah diberikan. Selama ini belum pernah ada, dan tidak tersedia di tempat lain.

Selain itu, pembeli ebook ini juga mendapat gratis modul eksklusif dari SMO, didaftarkan ke Kelas SMO Free Trial, mendapat bimbingan karir di bidang penulisan dan berlaku seumur hidup, dan sebagainya. Penawaran Fantastis ini hanya berlaku untuk Paket Ebook, TIDAK BERLAKU untuk buku versi cetak. Dan penawaran ini akan ditutup sewaktu-waktu bila buku versi cetak sudah terbit. Karena itu, tentu sayang sekali bila kita melewatkan kesempatan yang sangat langka ini!"

DENGAN PENA LAWAN PENINDASAN

Sebenarnya, medio 2001 – 2005 dan 2007 – 2008 saat saya tidak mengirimkan sama sekali naskah ke media, saya tidak pernah berhenti menulis. Saya bahkan lebih banyak menulis, hal ini karena aktivitas saya di Serikat Pekerja mengharuskan demikian. Membuat surat menyurat, Pers Release, Kerangka Acuan, mengelola Majalah Garis, menyusun gugatan, dan menulis Kertas Posisi dari hasil riset yang diselenggarakan FSBS saban tahun.

Pendek kata, menulis ternyata merupakan aktivitas yang sangat dekat dengan manusia. Pantaslah bila kemudian Pramoedya Ananta Toer berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam sejarah dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Tahun 2009 ini, saya kembali semangat menulis setelah membaca Kerangka Acuan Pelatihan Jurnalistik untuk Aktivis Serikat Buruh bertema “Dengan Pena Lawan Penindasan” yang diselenggarakan Trade Union Right Centre. Saat itu 28 April 2009.

Tulisan adalah sebuah cara untuk menyebarluaskan buah pikiran kepada orang banyak. Tulisan berfungsi untuk menjadi media informasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Tulisan juga dapat berfungsi untuk menjelaskan sebuah ide/pendapat yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat pembaca tentang sesuatu hal. Tulisan yang dikemas dengan baik dalam bahasa yang mudah dipahami, dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembacanya. Jika tulisan tersebut dimuat dalam media yang tersedia, baik cetak mau pun elektronik, maka ide tulisan itu pun dapat dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru.

Serikat buruh, sebuah organisasi massa ujung tombak perjuangan hak-hak buruh, dapat memanfaatkan media tulisan sebagai salah satu alat perjuangan. Dengan memanfaatkan media tulisan yang ada, serikat buruh dapat mengefektifkan pengorganisasian anggotanya, melakukan pendidikan, bahkan memobilisasi anggota. Tulisan bisa menjadi alat perjuangan yang strategis untuk melawan penindasan terhadap buruh.

Kendati kemudian saya tidak bisa menghadiri pelatihan jurnalistik itu, namun saya sadar bahwa keseharian kaum buruh memang layak untuk diangkat dalam sebuah tulisan. Apalagi, saat ini tidak banyak penulis yang mengkhususkan diri untuk isu-isu perburuhan. Saya semakin terpesona ketika di dunia maya bertemu dengan seorang Rika Amrikasari yang berhasil menerbitkan sebuah cerita hukum berjudul Good Lawyer. Buku ini mendapat banyak pujian, karena berhasil ‘mensastrakan hukum’. Kalimat hukum yang sulit dipahami itu, ia transformasikan dalam kalimat-kalimat cerpen yang sangat indah dan menawan.

Keseharian kaum buruh di bawah cerobong pabrik, di lorong-lorong kumuh kontrakan buruh, dan perjuangan yang tak pernah usai, saya kira lebih menarik untuk diangkat dalam sebuah karya sastra. Saat ini, dibantu beberapa orang Redaksi Majalah Garis, saya mencoba menyusun sebuah memoar tentang kisah-kisah perburuhan. Dan, tentu saja, kami berharap tidak patah semangat untuk mewujudkan impian itu. Salah satunya adalah dengan banyak membaca buku motivasi menulis, salah satunya adalah "Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat" yang saya rekomendasikan untuk anda. (*)

Ditulis Oleh: Kahar S. Cahyono
Founder Suara Solidaritas


Tulisan ini diikutkan dalam lomba "Saya Ingin Menjadi Penulis Hebat" yang diselenggarakan Sekolah Menulis Online.

26 November 2009

Tidak Benar UMK Penyebab Bangkrutnya Perusahaan


Oleh: Kahar S. Cahyono

Akhirnya Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2010 di 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten lengkap sudah. Besaran UMK tersebut adalah: Kota Cilegon Rp1.174.000, Kota Serang Rp1.050.000, Kabupaten Serang Rp 1.101.000, Kabupaten Pandeglang Rp 964.500, Lebak Rp 959.500, Kota Tangerang Rp 1.118.295 dan Kabupaten Tangerang Rp 1.117.245. Sedangkan Kota Tangerang Selatan, pada tahun 2010 ini UMKnya masih mengacu dengan UMK di kabupaten induk.

Pertanyaannya kemudian, apakah UMK tesebut sudah mencerminkan rasa keadilan? Dengan kata lain, apakah sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup?

Pro kontra masih terjadi. Baru-baru ini, bahkan, seorang aktivis Serikat Pekerja di Kabupaten Serang menyatakan bahwa Aliansi SP/SB Serang akan mengadakan aksi menolak UMK di Kantor Bupati Serang. Ini tentu merupakan buntut dari kekecewaan atas besaran UMK yang dirasa masih belum layak.

Di lain pihak, besarnya UMK sering digunakan alasan sebagai penghambat investasi. Simak saja pendapat Eutik, seorang pejabat Dinas Tenaga Kerja di Provinsi Banten, bahwa akibat krisis global yang terjadi belum lama ini banyak juga perusahaan yang mengalami pailit sehingga ada juga perusahaan yang tidak bisa melaksanakan UMK.

Padahal, bagi perusahaan yang tidak bisa melaksanakan UMK itu, bisa menangguhkan pelaksanaan UMK. Tentu dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, regulasi sudah menyiapkan payung hukum bagi perusahaan yang tidak mampu membayar upah sesuai UMK. Alasan ini seharusnya yang benar. Bukan malah mengatakan bahwa bila upah tinggi maka akan banyak perusahaan bangkrut!

25 November 2009

Kepemilikan Rumah Bagi Pekerja

Rumah adalah tempat dimana kita menitipkan hati. Disana kita merasa nyaman, tenang, teduh, dan selalu ingin kembali setiap saat kita pergi meninggalkannya. Pendek kata, rumah adalah tempat istimewa yang tak ada duanya di dunia.

Bagaimana tidak? Di rumahlah sebuah generasi baru lahir. Di dalam rumah pula pendidikan pertama dimulai, komunikasi dan hubungan antar anggota keluarga dilakukan, juga nilai-nilai budi pekerti ditanamkan. Seorang istri menjadi permaisuri di rumahnya, dan seorang ayah menjadi raja serta panutan di rumahnya. Rasanya semua itu tidak akan didapati bila terus berada di kos-kos an, kontrakan, dan lain segalanya.

Pencanangan Provinsi Banten sebagai Gerbang Investasi Indonesia, tentunya juga semakin memicu meningkatnya kebutuhan terhadap rumah. Terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari luar daerah. Oleh karenanya, kepedulian pemerintah untuk menyediakan rumah layak bagi warga negaranya harus dioptimalkan.

Apalagi, konstitusi negara kita mengamanatkan hal itu. Dalam Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 disebutkan, ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.” Selain Pasal 28 H UUD 1945, terdapat juga Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas dan Undang-undang Bangunan Gedung Tahun 2003 yang mewajibkan pemerintah daerah memberdayakan masyarakat miskin yang belum memiliki akses pada rumah. Semua arahan konstitusi itu memberi aksesibilitas rumah bagi seluruh rakyat Indonesia.

Permasalahan perumahan tidak saja dimaknai bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Namun juga bagi mereka yang sudah tercatat memiliki rumah, namun kondisinya tidak layak. Misalnya terkait dengan rumah yang dihuni melebihi kapasitas, tingkat kepadatan yang amat tinggi di daerah tertentu, hilangnya ruang publik, dan sebagainya.

Kontrakan Masih Menjadi Primadona

Menyimak konstitusi sebagaimana yang penulis sebutkan di atas, seharusnya akses untuk memiliki rumah semakin dipermudah. Apalagi Kementerian Perumahan Rakyat juga memberikan subsidi bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang ingin memiliki rumah.

Sebagai bahan study, kita bisa melihat kondisi para pekerja/buruh yang tersebar di berbagai industri di Wilayah Banten. Kendati Dinas Tenaga Kerja juga memberikan subsidi, bahkan ada fasilitas/kemudahan yang diberikan PT. Jamsostek untuk memberikan pinjaman uang muka perumahan, namun realitasnya masih banyak yang tidak bisa memanfaatkan kemudahan ini.

Lihat saja di sekitar kawasan industri, masih banyak pekerja yang tinggal di rumah petak, kost-kost an, atau kontrakan. Beberapa diantaranya dengan lingkungan yang tidak sehat. Kumuh. Karena memang terlalu padat dan kurang terawat.

Memang, sebagaian dari mereka beranggapan, cara ini lebih gampang. Kebanyakan kontrakan atau tempat kost dalam kondisi siapa pakai, sehingga tidak perlu bertele-tele mengurus administrasi dan membayar tagihan rekening listrik. Terutama bagi yang masing lajang, kontrakan menjadi tempat tinggal yang favorit. Harga sewa rumah yang bervariasi, membuat mereka lebih leluasa untuk menyesuaikan dengan kondisi keuangannya. Misalnya dengan menggunakan pola three in one, dimana satu rumah dipakai bertiga, sehingga per orang bisa membayar jauh lebih murah.

Namun ada juga yang memilih kontrakan, karena pertimbangan praktis. Dekat dengan tempat kerja. Apalagi kebanyakan perumahan berlokasi jauh dari tempat kerja. Bila tidak berhitung dengan cermat, bisa jadi ongkos transportasi yang dibutuhkan akan membengkak.

Namun begitu, hal mendasar yang membuat buruh bimbang untuk membeli rumah adalah tidak adanya kepastian kerja. Status kerja sebagai buruh kontrak/outsourcing, membuat mereka khawatir tidak bisa melanjutkan angsuran jika tiba-tiba kontrak kerjanya selesai. Kondisi ini ditambahkan dengan faktor rendahnya upah.

Permasalahan kememilikan rumah bagi masyarakat memang kompleks. Namun apapun itu, kebutuhan akan rumah adalah sebuah keniscayaan. Memiliki rumah adalah kenyataan apabila persoalan pendapatan, kepastian pekerjaan, dan adanya kepedulian yang nyata dari pemerintah. Namun akan menjadi sebuah impian manakala kurangnya dana bagi pembangunan rumah sederhanam tingginya bunga kredit,maraknya manipulasi hipotek yang diberikan untuk pelelangan lahan secara spekulatif, hingga rendahnya daya beli masyarakat (*)

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Tangerang Tribun

23 November 2009

Ancaman Teror Saat Mudik Lebaran

Oleh: Kahar S. Cahyono


Peringatan Menkominfo, Mohammad Nuh, untuk mewaspadai aksi teroris saat mudik lebaran 2009, memang harus direspon dengan sepenuh hati. Jangan sampai kekhawatiran itu terbukti dan menodai kesucian idul fitri. Apalagi bila menyebabkan jatuhnya banyak korban, tentu kerinduan untuk bertemu dengan sanak keluarga di kampung halaman bertepuk sebelah tangan.

Sepanjang ingatan saya, saat mudik hari raya, teror terhadap para pemudik memang terus terjadi. Jangan salah menduga, teror yang saya maksudkan bukan berasal dari kelompok Nordin M. Top. Teror yang saya maksudkan berupa: (1) Kemacetan; (2) Sulitnya mendapatkan tiket; dan (3) Tingginya angka kecelakaan; (4) Kejahatan di jalan raya.

Setelah saya analisa kembali, saya berkeyakinan bahwa keempat hal itulah yang sesungguhnya telah meneror publik. Fakta dibawah ini akan semakin membuat kita mengerti, bahwa hal di atas merupakan ancaman teror yang nyata. Merenggut nyawa ratusan orang setiap tahunnya, dengan kerugian materi yang tak terhingga. Sesuatu yang layak mendapat perhatian serius, ketimbang mengumbar isu bahwa teroris akan menyerang dengan sebuah bom

Hal pertama yang akan menghadang pemudik adalah macet. Penyebab bermacam-macam. Mulai dari pasar tumpah, padatnya arus kendaraan, hingga infrastruktur jalan yang belum selesai diperbaiki. Apalagi, sebagaimana kita ketahui, rentang jarak menuju Sumatera, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur merupakan jarak tempuh yang melelahkan. Disaat lancar pun membutuhkan waktu belasan jam di jalan untuk sampai ke tempat tujuan. Kemacetan, menyerang psikis dan hilangnya kesabaran seseorang, yang berpotensi menimbulkan kecelakaan yang lebih besar.

Diluar kemacetan yang terjadi, nampaknya teror lain yang dihadapi pemudik adalah kehabisan tiket. Jangankan untuk mudik, untuk balik ke Jakarta pun, tiket kereta api sulit untuk didapatkan. Sebuah keresahan tersendiri, yang juga nyaris berulang sepanjang tahun.

Apalagi sudah menjadi rahasia umum di masyarakat, yang sebenarnya terjadi bukan karena tiketnya yang habis. Tetapi sudah beralih ke tangan para calo, yang kemudian menjualnya kembali dengan harga dua kali lipat lebih tinggi. Mudik, yang sudah lekat dengan ”budaya” bangsa ini, mendadak menjadi ritual tahunan yang paling mahal dan menyebalkan.

Teman saya mengaku membatalkan mudik ke Madiun karena mendapat informasi keluarganya gagal mendapatkan tiket untuk balik lagi ke Jakarta. Ia merasa terpukul, karena inilah satu-satunya kesempatan libur panjang yang diberikan perusahaan. Sebenarnya ia bisa saja mencari jalan alternatif dengan membeli tiket secara langsung pada hari keberangkatan, namun cara ini juga bukannya tanpa resiko. Selain membayangkan antrian panjang, berdesakan, dan belum tentu bisa berangkat pada saat itu juga. Apalagi ia mengajak istri dan dua anaknya yang masih kecil.

Tentang kecelakaan, pada tahun 2007 mencapai 1.875 kasus, dengan korban tewas mencapai 798 orang. Sementara pada tahun 2008 jumlah kecelakaan mencapai 1.368 yang mengakibatkan 633 korban tewas. Ya, ratusan orang meninggal setiap tahun, sebuah deretan nominal yang menakutkan. Faktor kelalaian pengemudi, kelayakan kendaraan serta jalan, dan sedikitnya lampu penerangan seringkali ditunjuk sebagai kambing hitam. Sesuatu yang sebenarnya bisa dicegah agar tidak terulang kembali.

Larangan bagi pemudik menggunakan sepeda motor yang melampaui kapasitas, merupakan langkah maju dan berani untuk meminimalkan kecelakaan di jalan raya. Kendati untuk kebanyakan orang larangan tersebut cukup mengecewakan. Apalagi selama ini sepeda motor terbukti menjadi alat yang ampuh bagi mereka yang kesulitan mendapat tiket.

Pada akhirnya, sulit untuk tidak mengatakan, bahwa di jalan pun ternyata belum tentu keamanan akan terjamin. Bahkan penuhnya semua angkutan umum dan kelengahan dalam pergerakan massa yang luar biasa banyaknya, seringkali dimanfaatkan orang-orang yang bermaksud jahat untuk menjalankan aksinya. Belum hilang ingatan saya akan cerita saudara, yang tahun lalu tas serta dompetnya berpindah ke tangan pencopet. Seruan untuk waspada pada terorisme, memang tidak boleh kita abaikan. Namun jangan sampai hal ini justru membuat kita lengah pada teror yang sesungguhnya !

Tulisan ini pernah dimuat di Harian Tangerang Tribun

Unjuk Rasa Bagian Dari Demokrasi

Oleh: Kahar S Cahyono

Opini Tangerang Tribun 8 Oktober 2009 yang berjudul “Jangan Jadikan Agama Sebagai Kedok Politik” menarik untuk ditanggapi. Dimana dalam tulisan tersebut, menyebutkan bahwa unjuk rasa sejumlah orang yang mengatasnamakan ormas Islam untuk menolak penetapan Herry Rumawatine sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang dengan menggunakan alasan agama merupakan pengingkaran terhadap kemajemukan kita sebagai bangsa dan menunjukkan ketidakdewasaan dalam berbangsa.

Di sana menyebutkan bahwa aksi pada hari Senin 5 Oktober 2009 terjadi atas suruhan oleh oknum yang tidak senang dengan ditetapkannya Herry Rumawatine sebagai Ketua DPRD Kota Tangerang. Saya berprasangka baik, penulisnya mempunyai data yang cukup ketika menyampaikan statement itu. Namun begitu, satu hal yang dilupakaan adalah, unjuk rasa merupakan sesuatu yang sah dalam iklim demokrasi. Unjuk rasa juga berfungsi sebagai media dalam menyampaikan argumentasi dan ketidaksetujuan masyarakat terhadap sebuah keputusan.

Apakah ketika sebuah elemen masyarakat berunjuk rasa menolak sebuah Perda atau Undang-undang bisa diartikan sebagai sebuah sikap ketidakdewasaan dalam berbangsa? Padahal Perda dan Undang-undang tersebut dibuat melalui proses panjang dan mendapat persetujuan dari anggota DPR, wakil rakyat? Apakah buruh yang merunjuk rasa menolak keputusan UMK juga bisa dikatakan sebagai tidak menghargai demokrasi? Padahal proses penetapan UMK melalui pembahasan oleh Dewan Pengupahan, dimana perwakilan buruh juga duduk didalamnya?

Pemilihan ketua DPRD merupakan keputusan dari anggota. Dalam hal ini anggota DPRD Kota Tangerang. Maka dengan analogi di atas, mereka yang tidak terdaftar sebagai anggota DPRD, tetapi menyadari keputusan itu mempunyai dampak bagi kepentingannya, sangat wajar bila melakukan unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya. Justru kalau hal ini dihalang-halangi, saluran demokrasi tersumbat. Dan perlu dicatat, ini murni menyampaikan aspirasi. Dilakukan dengan santun, tidak untuk mengkudeta, apalagi berbuat kerusuhan dan anarkis.

Agaknya yang menjadi perhatian benar adalah soal politisi yang menggunakan sentimen agama untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam hal ini, saya sepakat, bahwa agama jangan hanya dijadikan sekedar kedok. Tetapi justru agama harus menjadi landasan dalam berpolitik. Hitam putihnya politik dilihat dari kaca mata agama, karena di dalam agamalah segala kebaikan diajarkan.

Perhatikan sosok SBY dengan Partai Demokratnya yang mencitrakan diri sebagai Nasionalis Religius, mendapat simpati dan dukungan besar dari rakyat. Ya, Nasionalis Religius. Nasionalis yang berketuhanan (religius), yang membawa-bawa agama (Tuhan merupakan representasi dari agama) dalam berpolitik. Mengapa tidak ada protes? Sementara partai lain yang secara tegas berlandaskan agama (Islam), mengapa selalu dibombardir dengan kritik tajam?

Adalah tidak tepat mencontohkan Founding Father ketika merumuskan dasar negara sebagai tolak ukur kedewasaan bernegara. Dimana mereka mayoritas muslim, tetapi ketika ada keberatan dari kalangan non muslim yang menolak dimasukkannya tujuh kata dalam pembukaan Undang Undang Dasar mereka rela menghapus tujuh kata “Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluknya “. Perlu ada diskusi lebih panjang soal ini. Apakah pencoretan tujuh kata itu merupakan sebuah “kerelaan”, atau justru dilakukan dengan cara “menelikung” dan tidak sesuai dengan etika musyawarah/ mufakat?

Pendek kata, saya ingin mengatakan, bahwa jangan mengaitkan aspirasi masyarakat yang menyandarkan sikap politiknya berdasarkan ajaran agama membahayakan NKRI. Umat Islam mencintai persatuan, dan diajarkan untuk tidak memutuskan tali silaturahmi.(*)

Catatan: Pernah dimuat di Tangerang Tribun, Edisi 13 Oktober 2009

19 November 2009

Makna Sebuah Nama

Oleh: Kahar S. Cahyono

Beberapa hari lalu, saya memposting sebuah artikel berjudul ‘Tentang Pemilik Sebuah Nama’ di Facebook. Artikel ini sebenarnya tentang Uswatul Khasanah, teman SMP saya. Hanya, memang, saya tidak bermaksud menulis tentang sosok yang selalu menjadi juara sejak kelas satu itu.

Uswatul Khasanah, jelas merupakan sebuah nama yang penuh akan makna. Yang semestinya menjadikan pemiliknya untuk bersungguh-sungguh menjadikan sejarah hidupnya seharum namanya. Bukankah nama adalah do`a? Pun demikian, nama juga menjadi visi dan misi yang senantiasa menggelitik seseorang untuk berbuat yang terbaik. Siapapun dia. Apapun nama yang disematkan kepadanya.

Bermula dengan pertemuan saya di situs pertemanan Facebook dengan seorang kawan sebangku di SMP, entah kenapa, nama itu muncul kembali. Barangkali, memang, selain karena prestasinya yang cemerlang, nama Uswatul Khasanah-lah yang mudah diingat. Teman yang lain, setelah susah payah mencoba, namun hasilnya tetap saja sia-sia.

Benarlah kata orang, pentingnya keberadaan seorang sahabat akan terasa bila tidak lagi bersama. Oleh sebab itu, berbahagialah mereka yang memiliki ingatan lama terhadap masa lalunya, sehingga ketika di waktu luang kenangan itu muncul kembali, paling tidak ia bisa mentertawainya.

Beberapa hari lalu saya mengikuti keinginan hati untuk meng-klik beberapa orang di Facebook yang memiliki nama Uswatul Khasanah untuk menjadi sahabat saya. Siapa tahu, satu diantara nama itu, adalah seorang kawan yang menginspirasi tulisan ini.

Diluar itu, senang saja teman saya bertambah. Saat ini saya memiliki banyak kawan yang memiliki nama Uswatul Khasanah. Melankolis banget ya? He…he…. Secara khusus saya mengucapkan salam perkenalan dari saya, dan semoga pertemanan ini akan menginspirasi kita untuk berkarya lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga!

Tulisan ini mendapat reaksi komentar beragam. Namun masih ada benang merah yang bisa disambungkan, bahwa ternyata sebuah nama memiliki makna yang begitu mendalam. Nama adalah do`a, tetapi nama juga bisa berarti motivasi. Dengan nama kita disebut, dan nama pula kenangan terhadap seseorang menjadi hidup. Coba dengarkan komentar mereka, maka engkau akan mengetahui betapa dahsyatnya nama itu berpengaruh pada mereka.

Uswatun Chasanah. Facebook, 05 November 2009

MATUR NWN, nama memang benar adalah sebuah do'a, dahulu waktu SMP saya suka protes ma bokap, koq nama aq paling berat, mliaat mbelingna dhl saya bliau cm ketawa aj, mmg smua nama keluarga saya mengandung do'a. sekarang saya bersyukur dikasih nama itu, saya brsaha menjaga diri dan berjuang paling tidak sesuai visi misi bokap agar bisa menjadi kebanggaan kluarga, lingkungan terutama agama... mengingat itu saya sedih mas.. sayang yang kasih nama saya sudah tiada, baru menyaksikan saya berjuan,I LOVE MY DAD, trimakasih telah kasih nama aq syarat dgn do'a yang tidak mudah mewujudkannya dan selalu menjadi pijakan ktika sy akan melangkah..

TRIMS MAS, SMOGA PERSAHABATAN YG ADA BISA MEMBUAT KT MAKIN KREATIF DALAM BERKARYA...SALAM DAHSYATT...

Uswatun Hasanah. Facebook, 05 November 2009

trima ksh ya udh tulis tentang nama Uswatun Hasanah. meskipun mungkin bukan saya yg menjadi inspirasi. mudah2an ketemu dg teman lama k'kahar ya. salam kenal.


Uswatun Hasanah. Facebook, 05 November 2009

Q bkn orng yg anda mksud..
IndahN jka aku bsa mncrminkan spt nama q...
Tpi q blum bisa...smga kelak d kmudian hari q bsa mwjudkanN..
Amin...

Uswatun Hasanah. Facebook, 06 November 2009

wah ternyata mas ni pny kenangan yg indah bgt sama tmn lamanya,senang kita bisa berteman di fb,ternyata bnyk yg bernama yg sama dgn saya, dulu nama saya ana aprilianti tp almh.nenek tdk suka beliau menggantinya dgn nama uswatun hasanah,ya org tua saya setuju saja, artinya kan bgs,thanks bwt almh.nenek ku tercinta

Ani Komalasari. Faceboo, 06 November 2009

Uswatun hasanah.... sahabatku, adikku bahkan dia guru mengajikku. namun sayang, sblm uswatun hasanah menyelesaikan skripsinya di UNILA. menjelang idul fitri tahun 2006, uswah meninggal dunia & yang paling menyedihkan. saat mendengar uswatun hasanah terbaring d RSUD Serang karena sakit, aq terlambat menengoknya. karena saat ku datang ke RSUD, uswatun justru tidak lg ada di sana..... bukan hanya pulang ke rumah ortunya d Ciomas. tapi juga pulang menghadap sang khalik....

ini juga tentang Kenangan saya bersama sahabat tercinta saya yang memiliki nama uswatun hasanah mas cahyo.....

dan anehnya, sahabat saya ini juga slalu nomer satu dalam segala hal. apa yang ada di dirinya seolah mampu menjadi contoh teladan bagi semua orang.......
kecantikannya.....kepintarannya...kesolehahannnya.... tutur sapanya.... baktinya pada ortu, guru serta loyalitasnya terhadap teman & organisasinya..... membuat saya bangga pernah ada di sampingnya..... dan ketika mengingatnya, membuat mata saya pasti slalu berkaca-kaca.

uswatun hasanah....... I Miss you so much. klo saja ade masih ada di sini. T'nie ga kan hidup serapuh ini.... Aku rindu nasehatmu de............ Baca Selengkapnya
Terima kasih mas cahyo.... & salam kenal to semua pemilik nama uswatun hasanah.


Maria Fitri Mokodongan. Facebook, 06 November 2009

Waduh, den mas Kahar, lagi2 bikin orang jadi ikut2 terinspirasi. Sebenare Uswatun Khasanahnya sampeyan yang di SMP itu sopo to? yang pasti sangat berarti buat sampeyan, atau ada uneg2 yang belum tersampaikan semasa SMP dulu? Kl begitu, harus dicari sampai dapet ya, biar ga penasaran.
Omong2, namaku gimana?

Uswatun Hasanah. Facebook, 07 November 2009

subhanallah sekali mas....hati dan jiwaku sangat tersentuh mendengarnya,karena akupun mempunyai sejuta kisah sedih,bahagia dengan sahabat,memang benar y kenangan itu indah jika kita sndr kita akan selau teringat...mungkinkah semua itu bisa kita raih kmbli...aku selalu yakin jika kita tulus dan ikhlas mencintai seseorang pasti allah kn memprtmkn dengan jalannya sndr,salam kenal juga ya mas...

Santi Yahut. Facebook, 08 November 2009

benar2 menjadi inspirasi....... baca semua ini membuat mataku berkaca2 .... n membuat aku teringat dg smua teman2ku.... membuat aku menjadi lebih menghargai apa itu arti TEMAN..... I love u all ^_^

16 November 2009

Berharap Perlindungan Maksimal di Tengah Penegakan Hukum yang Minimal


Oleh : Kahar S. Cahyono

”Saya tidak tahu, apa jadinya kalau saat itu tidak terdaftar sebagai anggota jamsostek,” tutur Amnah sambil menyeka air mata dengan sapu tangan coklat muda.

Buruh pabrik kayu yang berlokasi di Serang-Banten itu, sambil terisak, menceritakan pengalamannya dalam sebuh diskusi bertajuk Optimalisasi Pelayanan Jamsostek Bagi Kepentingan Pekerja dan Dunia Industri yang diselenggarakan Forum Solidaritas Buruh Serang (08/11).

Masih menurut Amnah, saat itu anaknya sakit keras, dan harus dirawat di rumah sakit selama lebih dari seminggu. Beruntung, ia memiliki kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari Jamsostek, sehingga tidak sedikitpun mengeluarkan biaya. ”Padahal saya tidak memiliki cukup uang untuk berobat, tahu sendiri lah, gaji saya hanya UMK, untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih kurang,” ujar Amnah.

Namun sayang, tidak semua pekerja seberuntung Amnah. Sebagaimana diungkapkan oleh Koordinator Hukum, Politik dan HAM FSBS, Argo Priyo Sujatmiko, dari study yang dilakukan FSBS di 26 perusahaan, 16 diantaranya tidak mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta program JPK. Sementara 5 perusahaan yang lain memilih menyelenggarakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri.

Study ini juga menemui adanya perusahaan yang menyediakan fasilitas pemeliharaan kesehatan, dengan jalan mengganti biaya berobat pekerja. Misalnya yang terjadi di PT. SS dengan jumlah pekerja ± 800 orang. Disana pekerja dan keluarganya (suami/istri dan 3 orang anak) mendapatkan pengganti biaya berobat sebesar Rp. 50.000.00/ orang/ bulan.

Untuk rawat inap dengan sakit biasa sebesar 1,5 juta, rawat inap dengan operasi kecil sebesar 2 juta, dan rawat inap dengan operasi besar/cesar sebesar 3 juta. Adapun kekurangan dari jumlah dana tersebut ditanggung sendiri oleh pekerja yang bersangkutan, sehingga akan merugikan pekerja. Karena bila tidak ada pekerja yang sakit, maka dana itu akan kembali ke perusahaan.

”Adanya peluang bagi perusahaan untuk mengelola secara mandiri pelayanan jaminan kesehatan selain melalui Jamsostek agaknya harus segera diverifikasi. Hal ini untuk memastikan, pelayanan dan manfaat yang didapatkan benar-benar lebih baik dari manfaat yang diberikan ketika mengikuti program Jamsostek, sehingga kondisi ini tidak dimanfaatkan perusahaan untuk sekedar ”menggugurkan kewajiban,” saran Argo.

Menanggapi hasil study yang dilakukan FSBS, Isbandi Anggono, anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Serang mengatakan, bahwa program jamsostek menekankan pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah.

Di samping itu, sudah sewajarnya apabila tenaga kerja diikutkan dalam program jamsostek, karena akan memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya dan merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

”Kalau hanya mengandalkan gaji UMK, buruh tidak mampu berobat dikala sakit dan tidak bisa berkutik diwaktu tua. Apalagi, dalam item kebutuhan hidup layak yang dijadikan patokan untuk menghitung nilai UMK tidak memasukkan biaya berobat,” ujar Isbandi.

Isbandi juga menyesalkan masih banyaknya perusahaan yang tidak mengikutkan buruh-buruhnya dalam program Jamsostek. Padahal, menurutnya, Jamsostek adalah hak bagi pekerja, dimana pelanggaran dalam ketentuan ini diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling tinggi 50 juta.

Secara terpisah, Bagus Musharyo, Koordinator Sekretariat Perburuhan Institut Sosial (SPIS), menyampaikan bahwa masih banyaknya buruh yang tidak terdaftar sebagai anggota Jamsostek bukan semata-mata karena kesalahan PT. Jamsostek, karena Jamsostek hanya sebagai badan penyelenggara.

”Ini merupakan cermin lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Sebuah aturan yang sudah jelas-jelas ada sanksinya saja tidak bisa ditegakkan ketika dilanggar, apalagi yang merupakan wilayah abu-abu,” ujar Bagus.

Itulah sebabnya, Bagus sangat mendukung adanya inisiatif dari kalangan pekerja untuk melaporkan kepada Disnaker perusahaan-perusahaan yang masih membandel dengan tidak bersedia mengikuti aturan. Apalagi, ketika UMK masih dirasa belum mencukupi kebutuhan, jamsostek akan melindungi tenaga kerja bilamana mengalami kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.(*)

*) Artikel ini terbit di Harian Online KabarIndonesia, Edisi 15 Nopember 2009

The Winners of Rose Heart Writing Competition 2009

Ditulis Oleh: Risa Amrikasari

Tak mudah untuk menentukan manakah tulisan yang “layak “masuk dan mana yang tidak. Tak mudah karena tema yang dibahas tak tunggal. Masing-masing penulis muncul dengan temanya masing-masing. Apa yang diangkat dan dibahas pun sangat eksperiensial. Sangat tergantung pada konteks dan latar belakang pendidikan.

Tak mudah juga karena gaya penulisan masing-masing penulis berbeda. Ada yang bermain dengan cerita, tuturan. Ada yang mencoba bermain dengan opini atau konsep. Dan ada yang betah dengan refleksi. Perbedaan itu menentukan mutu sebuah tulisan. Perbedaan itu menentukan menarik-tidaknya sebuah tulisan. Perbedaan itu menentukan dalam-tidaknya sebuah tulisan.

Meskipun demikian, kebanyakan penulis berbicara tentang perempuan, baik itu sebagai tokoh sentral (pencerita), maupun sebagai objek (bercerita tentang orang lain). Persoalan-persoalan perempuan diangkat di sini. Seks, gender, tubuh, stigma, dan lain-lain. Ada yang mengangkat persoalan itu dengan cara yang menarik dan tegas. Ada yang sedikit lebih dalam. Tapi ada juga yang biasa-biasa saja.

Karena ketaksamaan tema, gaya penulisan, dan ketajaman pembahasan, catatan dari saya ini bukanlah kata akhir. Kriteria yang saya pakai adalah tema yang diangkat, gaya penulisan, ketajaman eksplorasi dan eksplanasi, dan kedekatannya dengan pengalaman atau kekonkretan.

Mungkin ada tema yang kelihatannya menarik dan ”berisi” (berbunyi akademik atau intelektual). Tetapi jika yang diangkat adalah konsep, bukankah sebaiknya kita membaca buku atau artikel yang panjang ulasannya daripada sebuah tulisan yang pendek, yang pada gilirannya meninggalkan pertanyaan yang tak selesai? Bukankah yang kita butuhkan adalah penerjemahan konsep?

Mungkin ada tema yang kelihatannya sederhana dan biasa-biasa saja. Tanpa ditulis dan dibukukan pun orang sudah tahu. Tapi mengapa diangkat dan dibukukan? Karena persoalan yang diangkat itu “dekat sekali” dengan pengalaman nyata. Gaya penyampaiannya pun ”dekat sekali” dengan pengalaman nyata. Sehingga ada keterwakilan emosi di situ. Bukan sebuah konsep yang jauh di atas sana. Bukan sebuah konsep yang untuk memahaminya orang membutuhkan waktu yang tak sedikit. Sederhananya begini. Kita sudah capek menghadapi berbagai kerumitan persoalan hidup. Otak kita sudah dijejali dengan berbagai hal rumit. Sehatnya, segera setelah itu kita ”istirahat”. Dan ”istirahat” yang cocok adalah yang ringan-ringan saja.

Sementara persoalan penulisan yang baik dan benar, alias mengikuti aturan ejaan yang disempurnakan, tak saya persoalkan. Walaupun para penulis tak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tak memperhatikan konstruksi kalimat yang benar, dan tak menaruh perhatian pada logika dan rasa bahasa, saya tak persoalkan.

Berdasarkan penilaian dan keputusan para juri yang terdiri dari :
1. R. Dwiyanto Prihartono, SH – Praktisi Hukum dan Aktifis HAM
2. Gabriel Goran – Redaktur Tabloid Genie
3. Dino Musido – Jurnalis Harian Merdeka

Maka dengan ini diputuskan :

Juara Pertama:
The Transformed Me – karya Devi Sutarsi

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,500,000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).

Ini cerita yang layak dibaca orang. Judul itu sangat padat dan indah (saya yakin, itu bukan sekadar berindah-indah). Mengapa indah? Karena transformasi. Dan saya berharap si penulis ini sadar bahwa dia bertransformasi dan bukan sekadar berubah. Bahwa dia bisa mempertanggungjawabkan mengapa dia menggunakan kalimat “The Transformed Me” dan bukan “The Changed Me”. To be transformed dan to be changed adalah dua hal yang berbeda. Jangan kira itu sama.

Omongan Gadamer (filsuf besar) dalam bukunya yang berjudul Truth and Method berikut ini bisa memperjelas keduanya. “Tranformation is not change. A change always means that what is changed also remains the same and is held on to. But transformation means that something is suddenly and as a whole something else…what existed previously no longer exists. But also that what now exists is what is lasting and true.” Kalimat terakhir dari penulis ini, Aku pernah menjadi ibu yang lalai. Dan aku ingin menebusnya, adalah sebuah ungkapan transformatif. Ungkapan itu adalah klimaks dari sebuah rangkaian transformasi.

Juara Kedua:
Dimana Pria Saat Wanita Membutuhkannya? (catatan hati seorang suami) – karya Kahar S. Cahyono

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,250,000,- (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Ini sebuah renungan yang sangat sederhana. Tampak seperti biasa-biasa saja. Tak ada yang baru. Tak ditulis dan diterbitkan pun tak apa. Tapi tulisan ini menarik. Yang menarik di sini adalah ketulusan dan kerendahan hati. Sebuah ungkapan saling menghormati. Dalam rumusan yang lain, cerita ini menunjukkan apa artinya sebuah komunitas. Keluarga adalah sebuah komunitas. Prototipe sebuah komunitas dunia. Komunitas itu selalu berdiri di atas komunikasi. Dan komunikasi itu, dalam metafisika William Desmond—ahli metafisika—adalah ”being with”. Itulah artinya intimasi.

Juara Ketiga:
A Beautiful Mind – karya Devi Eriana Safira

Pemenang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp. 1,000,000,- (Satu Juta Rupiah).

Judulnya menarik. Saya tidak tahu apakah penulis lebih dahulu menonton film Beautiful Mind yang dibintangi Russel Crowe sebelum menulis curahan hatinya ini atau tidak. Saya anggap sudah. Kalau dia sudah menonton film He's Just Not That Into You, besar kemungkinan dia sudah menonton film Beautiful Mind. Tapi saya tidak akan mempersoalkan keterkaitan isi film dan judulnya (Beautiful Mind) dengan isi tulisan dan judulnya (A Beautiful Mind). Bukankah ada lagu yang tak nyambung dengan judulnya? Yang menarik di sini adalah keberanian untuk membongkar diri dan menunjukkan kehadirannya yang total berbeda dengan orang lain di tengah arus umum. Kata Paul Tillich, salah seorang teolog, mesti ada courage to be untuk mempertegas diri dan merangkul nilai. Jika tidak, orang akan jatuh ke dalam anonimitas dan keseragaman. Dalam anonimitas dan keseragaman itu, orang bukan lagi pribadi. Orang sudah menjadi massa. Padahal, orang mesti menjadi pribadi. Tulisan ini, lebih tepatnya, adalah sebuah refleksi atas apa artinya menjadi “pribadi”.

Sedangkan untuk Pemenang Favorite yang juga merupakan hasil pilihan para juri adalah :

1. Destined to be A Woman – karya Ekawati Indriani P

2. Saya – karya Lala Novrinda

3. Wanitakah Pemicu Korupsi – karya Dewi Susanti

Pemenang berhak mendapatkan hadiah hiburan masing-masing Rp. 300,000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah).

Congratulations to all the winners! You did a great job!

Buat sahabat yang belum berhasil menjadi pemenang dalam kompetisi ini, jangan putus asa, mari kita berlatih lebih giat lagi agar karya kita menjadi lebih baik lagi.

Seperti janji saya sebelumnya, semua karya yang masuk akan dibukukan dan diterbitkan dengan catatan segala perbaikan yang harus dilakukan akan dilaksanakan dan di dalam milist RHW 2009 (rhw2009@yahoogroups.com) anda akan dibimbing oleh Bang Gabriel Goran dan Bang Jacobus yang akan menjadi editor dari buku kita ini, agar artikel anda semua lebih menarik dan ‘layak jual’!

Mohon maaf atas keterlambatan pengumuman ini, Jakarta gitu loh! Kalau hari Jumat dan hujan, macetnya waduuuuuhh... parah! Selain itu, kepadatan jadwal kerja saya hari ini membuat saya hanya bisa mengakses internet atau facebook dari blackberry saya. Kepada para pemenang, silahkan kirim nomor rekening anda untuk pengiriman hadiah.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, saya akan mengadakan Launching buku ‘Especially for You’, saya berharap para peserta yang berada di Jakarta bisa hadir di acara tersebut karena saya juga akan berbicara mengenai kompetisi dan rencana penerbitan buku kita ini.

Thank you and love you, all! Muach!

10 November 2009

Warna-warni di Hari Ulang Tahun HOKI Ketiga Tahun


Ditulis oleh Fida Abbott - Redaktur Pelaksana HOKI

Usia tiga tahun untuk anak usia balita adalah masih dalam keadaan lucu-lucunya. Masih terekam baik dalam ingatan, salah seorang putri saya yang berusia remaja bergurau bahwa dia ingin adik bungsunya tetap berusia tiga tahun untuk selamanya. Menurutnya dalam usia tersebut adik kecilnya adalah dalam masa lucu-lucunya yang membuatnya selalu gemas setiap saat dan menjadi hiburan seluruh anggota keluarga.

Lucunya anak balita berusia tiga tahun kiranya tak disamakan dengan usia tiga tahun berdirinya HOKI. Harian Online KabarIndonesia yang didirikan tepat pada tanggal 11 November 2006 oleh sebuah Yayasan Non Profit, Yayasan Peduli Indonesia di Belanda, lahir dari hati nurani yang bersih dari sosok Ibu Elisabeth Widiyati yang bertujuan positif, yaitu sebagai media menggalang aspirasi masyarakat Indonesia di mana pun berada, sehingga suaranya akan menggema ke seantero dunia. Dengan didukung oleh dana dan tenaga para sukarelawan yang bekerja di balik layar, diharapkan HOKI sebagai media Pewarta Terbesar di Indonesia akan terus berkembang dan semakin merakyat. Tidak ada hal yang lucu akan kehadiran HOKI di tengah masyarakat Indonesia yang semakin terpuruk keadannya selain tidak sedikit pihak yang berpikir lucu akan kehadiran dan idealisme unik HOKI dengan seabrek ide baru dan menarik yang mengalir.

HOKI dapat eksis hingga saat ini tak lain dan tak bukan oleh karena Anda, para Pewarta Warga dan mereka yang bekerja di balik layar. Tanpa sepeser imbalan yang diterima bukanlah menjadi penghalang bila setiap Anda dan semua unsur personal pendukungnya bekerja dan berkarya tanpa pamrih. Kepamrihan akan membawa kehancuran dalam usaha-usaha meraih dan mencapai visi dan misi yang tulus. Walaupun begitu, layaknya sebuah biduk kehidupan, Harian Online KabarIndonesia pun tak luput diserang badai. Namun apabila semua unsur pendukungnya saling bahu-membahu untuk tetap menegakkan tujuan yang tulus dan murni, maka badai itu akan sirna dengan sendirinya.

Maka dalam kesempatan ini, mewakili semua rekan-rekan Dewan Redaksi Harian Online KabarIndonesia, saya mengucapkan terima kasih kepada 10.000 lebih Pewarta Warga Indonesia dari seluruh penjuru di lima benua atas segala partisipasinya untuk turut serta berkiprah dan berkarya bersama HOKI. Kepada seluruh rekan-rekan Editor dengan keterbatasan waktu mereka, kita semua turut berterima kasih atas kesediaan mereka untuk tetap bertahan dalam sumbangsih mereka akan waktu, tenaga dan pikiran. Secara khusus kepada semua rekan-rekan Redaksi yang bekerja tiada henti, setiap hari, siang dan malam, tujuh hari dalam seminggu. Kesungguhan Anda dalam turut serta mengembangkan HOKI untuk kemajuan bangsa adalah setara dengan perjuangan para Pahlawan Bangsa.

Dalam kesempatan ini pula, pada hari yang sama, Rabu, 11 November 2009, saya mengajak Anda semua mengucapkan SELAMAT ULANG TAHUN kepada Pimpinan Umum HOKI, Ibu Elisabeth Widiyati yang oleh karenanya HOKI dapat hadir di tengah-tengah kita.

Sebagai penutup, di kesempatan yang istimewa ini, HOKI akan mengumumkan seorang pemenang dalam mengirimkan kesan dan sarannya kepada Redaksi HOKI. Sebelumya, Redaksi mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang telah bersumbangsih mengirimkan kesan dan sarannya. Tidak ada siapa yang kalah dalam hal ini. Semuanya adalah Pemenang yang patut mendapatkan kehormatan atas perhatian dan pemikiran yang telah diberikan. Namun seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Redaksi akan memilih seseorang yang paling memberikan inspirasi dalam menuliskan kesan dan sarannya.

Selamat kepada seluruh partisipan terutama kepada seorang Pemenangnya, Sdr. Kahar S. Cahyono yang telah mengirimkan kesan dan sarannya kepada HOKI seperti yang telah dituturkannya di bawah ini:

Kabar Indonesia, Harian Online Terkemuka di Indonesia
Oleh: Kahar S. Cahyono

Siang itu, saat browsing di internet, secara tak sengaja saya menemukan Harian Online Kabar Indonesia (HOKI). Saya tersenyum senang. Sungguh. Seperti mendapat durian runtuh saja rasanya. Betapa tidak, dunia tulis-menulis memang menjadi perhatian dan kegemaran saya sejak lama.

Tanpa pikir panjang, saya segera mendaftar sebagai penulis HOKI. Prosesnya begitu mudah. Pertanyaannya kemudian, apakah kemudahan itu juga berlaku saat kita mengirimkan naskah?

Benar juga. Tulisan pertama saya ditayangkan, hanya beberapa jam setelah proses pengirimam selesai. Hal itu membuat kepercayaan diri saya bertambah. ”Setidaknya tulisan saya layak untuk dibaca. Minimal menurut redaksi HOKI,” begitu pikir saya.

”Lihat, tulisan saya dimuat di HOKI,” kata saya kepada Iwan, teman satu ruangan di kantor.

Sekilas dibacanya judul berita yang saya buat, sebelum kemudian Iwan berkata pelan, ”Ada honornya tidak?”

Ya, pertanyaan itu sempat mengusik hati saya untuk beberapa hari. Buat apa capek-capek menulis kalau tidak ada honornya? Atau malah, jangan-jangan tidak ada yang tertarik sama sekali membaca tulisan kita? Tapi perasaan itu segera berakhir saat redaksi HOKI memberitahukan via e-mail bahwa berita yang saya buat mendapat komentar dari pembaca. Semangat saya melambung kembali. Bahkan rasanya, kebahagiaan itu lebih besar dibandingkan dengan ketika mendapatkan honor dari media massa. Ada apresiasi dari tulisan yang saya buat.

Dari mana saya tahu itu? Jangan salah, sebelumnya, tulisan saya pernah dimuat di berbagai media. Sebut saja Elka-Sabili, Fajar Banten, Radar Banten, Tangerang Tribun, Majalah Garis, dsb. Ada honorarium yang saya dapat dari sana. Jadi saya bisa membandingkan, bahkan merasakannya secara langsung. Dimuat dan mendapat honor memang menyenangkan. Namun ketika idealisme (saya termasuk orang yang beranggapan bahwa menulis adalah bagian dari idealisme) menemukan salurannya, rasanya tidak ternilai dengan materi.

”Kalau mau menjadi penulis besar, jangan mata duitan. Hanya mau menulis kalau ada honornya...,” kata istri saya suatu ketika. Saya kira ada benarnya.

Saat ini penulis HOKI sudah mencapai angka 10.000 orang. Sebuah jumlah yang fantastis. Rasanya tidak lagi penting, apakah 10.000 orang itu aktif menulis atau tidak. Paling tidak fakta itu memperlihatkan, sekurangnya 10.000 orang pernah singgah di ”rumah maya HOKI” dan meninggalkan jejak di sana.

Dalam kaitan dengan ulang tahun yang ketiga, ada beberapa hal yang bisa saya sarankan untuk kemajuan HOKI ke depan.

Pertama, HOKI menerbitkan buku yang berisi berita-berita terbaik – tentu saja yang pernah ditayangkan di HOKI – selama satu tahun terakhir (semacam buku antropologi), lengkap dengan analisis seorang pakar di bidangnya. Syukur-syukur kalau setiap tahun HOKI bisa melakukan ini. Saya yakin, cara ini akan memotivasi para penulis untuk konsisten dalam menulis.

Kedua, dilakukan verifikasi ulang terhadap para penulis HOKI. Khususnya terkait dengan tingkat keaktifan dalam menulis dan domisili di mana mereka berada. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan konsolidasi terhadap penulis HOKI. Misalnya dengan membentuk koordinator di tiap-tiap provinsi/ wilayah, dan memudahkan bila satu ketika nanti bermaksud menyelenggarakan kontak darat (diumumkan siapa saja para penulis HOKI di wilayah tersebut).

Saya begitu yakin, kalau dikelola benar, dengan 10.000 orang penulis, HOKI bisa mengguncang dunia. Inilah kira-kira yang akan dituju dengan adanya verifikasi di atas. Dan untuk menuju ke sana, harus ada konsolidasi. Saya melihat, ke depan, Kabar Indonesia akan menjadi Harian Online terkemuka. Tidak akan lama lagi. Amin.

Kepada Sdr. Kahar S. Cahyono, dalam waktu dekat ini seorang rekan Redaksi HOKI akan segera menghubungi Anda untuk keperluan pengiriman hadiah kenang-kenangan dari HOKI.

Berita tambahan lainnya yang perlu diketahui, oleh karena saat ini provider HOKI sedang mengalami gangguan, maka semua tulisan yang telah ditayangkan akan mengalami tampilan yang tidak sebagaimana mestinya. Untuk hal ini kiranya mohon maklum adanya. Semoga tak lama lagi akan kembali seperti sedia kala.

SELAMAT ULANG TAHUN KETIGA HOKI, SELAMAT ULANG TAHUN KE-41 TAHUN IBU ELISABETH WIDIYATI!


Note: Tulisan ini dimuat di Harian Online Kabar Indonesia, Edisi 11 Nopember 2009

09 November 2009

UMK 2010: Jangan Mimpi Bergaji Tinggi

Oleh: Kahar S. Cahyono

Hujan deras mengguyur Cikande saat saya hendak menghadiri rapat koordinasi Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Serang (ASPSB) di Bhayangkara, Sabtu 07 Nopember 2009. Terlintas dalam benak saya, kalau sampai pukul 16.00 hujan belum juga reda, saya tidak akan hadir dalam acara itu. Untuk hadir dalam rakord ini, bahkan saya sudah membatalkan sebuah kegiatan diskusi yang rencananya akan dilangsungkan di Sekretariat Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS), pada hari dan jam yang sama.

Inilah sulitnya, bilamana ASPSB dan FSBS menyelenggarakan kegiatan yang bersamaan. Di ASPSB, saya menjadi Sekretaris, sehingga keberadaan saya disana menjadi penting. Sedangkan di FSBS, posisi sebagai Koordinator Umum, menempatkan saya harus bertanggungjawab terhadap kelancaran setiap kegiatan FSBS. Itu tidak seberapa, sebenarnya, karena semestinya saya bisa mendelegasikan kepada yang lain. Masalahnya, semua personil FSBS adalah adalah para fungsionaris ASPSB.

Mau tidak mau harus memilih. Dan saya memutuskan untuk menunda kegiatan di FSBS (yang sudah tertunda beberapa bulan), dan meminta kepada para personil FSBS untuk menghadiri kegiatan ASPSB.

Upah Minimum

Rapat Koordinasi ASPSB kali ini membahas strategi dan pandangan para pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Serang terkait dengan UMK 2010. Dimana Dewan Pengupahan akan mengadakan rapat penentuan UMK pada tanggal 10 s/d 11 Nopember 2009. Beberapa nama yang hadir adalah Hafuri Yahya, Argo Priyo Sujatmiko, Nursyaifusin (FSPKEP), Isbandi Anggono, Kahar S. Cahyono (FSPMI), Asep Danawiria, Pardio, Heri Susanto (KSPSI), Amir Sanusi (KSBSI), Maya Agung Dewandaru (SPN), dan Atep (FSBB).

Tidak seperti rapat ASPSB sebelumnya, kali ini Federasi Serikat Buruh Banten (FSBB), juga turut hadir. Tentu saja, kehadiran FSBB, yang notabene bukan menjadi anggota ASPSB menjadi surprise tersendiri. Sebab, sebelumnya, meskipun sudah diundang, mereka tidak bersedia hadir. Ini berarti, dari seluruh SP/SB yang memiliki wakil di Depekab, hanya dari FKK PT. Indah Kiat yang tidak hadir.

Kebersamaan ini menghasilkan sebuah komitment, untuk mengawal kebijakan upah minimum Kabupaten Serang tahun 2010. Memang tidak ada jaminan bahwa harapan itu akan terealisasi, namun setidaknya, kebersamaan antar SP/SB yang selama ini terbangun, menjadi bagian penting yang tidak boleh diabaikan.

Apa yang istimewa dengan UMK? Pertanyaan ini menggelitik saya, setiap menjelang akhir tahun. Memang tidak bisa dipungkiri, bagi aktivis buruh, UMK adalah perjuangan. Penetapannya tidak jarang dilewati dengan proses yang melelahkan. Demontrasi, seminar, loby, dan berbagai diskusi dilakukan, dimana semua itu bertujuan agar nilai UMK bisa besar. Setiap buruh bermimpi mendapatkan gaji tinggi melalui UMK yang akan ditetapkan sebentar lagi.

Hasilnya?

Tetap saja tidak memuaskan kalangan buruh. Masih saja disebutkan bahwa upah buruh murah. Mereka tereksploitasi, masih nombok biaya hidupnya. Pendek kata, cerita buruh selalu dibumbui dengan air mata kesedihan. Perjuangan yang sia-sia?

“Jangan hanya mengeluh”, saya mengulang-ulang pernyataan ini. Bahwa buruh Indonesia belum sampai pada taraf kesejahteraan yang diinginkan, saya sepakat. Namun tidak seharusnya hal ini menjadi pembenaran buat kita untuk menunjukkan wajah sengsara setiap saat. Pekerja Indonesia adalah orang-orang hebat, dan dia memang berhak mendapat predikat itu. Maka berhentilah merendahkan diri sendiri.

Daripada hanya mengeluh dan meratapi nasib, lebih baik kita segera bangkit dan berjuang meraih cita dan asa. Apapun itu. Tidak seorang pun berhak merebut kesuksesan itu dari tangan kalian. Dan, sekali lagi ingin saya tegaskan, itu tidak akan pernah tercapai bila kita terus menerus mengeluh dan apatis.

Sumber Daya Manusia (SDM)

Berapa banyak diantara kita yang berharap mendapat kenaikan upah dari adanya kenaikan upah minimum. Orang-orang seperti ini mengira, bahwa keberuntungannya ada di tangan Pengusaha. Kalau pemilik perusahaan bersedia menaikkan upah, ya, upahnya naik. Kalau tidak, mau apa? Makanya jangan heran, bila selama bertahun-tahun ia bekerja, namun tidak mendapatkan apa-apa.

Tahu-tahu sudah menginjak masa pensiun. Tahu-tahu perusahaan tutup, dan ia berubah status menjadi pengangguran. Tahu apa sebabnya? Karena mereka tidak berkembang. Tidak berinvestasi kepada dirinya sendiri, dengan meningkatkan kualitas SDM dan mengasah keterampilan.

Apakah itu bisa dilakukan? Bagaimana bisa? Bukankah UMK dihitung dari kebutuhan minimal bagi pekerja lajang, bagi kami yang sudah berkeluarga, sudah pasti gaji sebesar itu tidak akan pernah mencukupi. Sungguh!

Pernyataan itu ada benarnya. Namun tidak sepenuhnya benar. Banyak orang hebat, disekitar anda, yang bisa hidup sejahtera kendati pada awalnya bergaji UMK. Tahu kenapa? Karena ia tidak mengeluh. Tidak menyalahkan siapapun, dan tetap fokus membesarkan dirinya sendiri. Bisa jadi gaji yang besar itu tidak diperoleh dari tempatnya bekerja. Namun bukankah rezki bisa datang dari pintu yang tidak terduga?

Selamat menunggu penetapan UMK 2010, kawan. Namun ingat, jangan pernah berhenti berharap! (*)

Catatan: Tulisan ini juga dimuat di Kabar Indonesia, edisi 9 Nopember 2009

03 November 2009

‘Cicak’ Gigit ‘Buaya’: Episode Terbaru Pelemahan KPK

Oleh: Kahar S. Cahyono

Tadinya saya berusaha untuk tidak terlibat dalam perdebatan yang diduga sebagai upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena, memang, saya tidak memiliki pengetahuan yang terang benderang terkait dengan permasalahan itu. Sekedar menjadi penikmat di media, bagaimana pertarungan antara ‘cicak’ dan ‘buaya’ itu beralangsung.

Namun ketika mendengarkan isi percakapan yang diputar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 3 November 2009 kemarin, saya berkesimpulan bahwa permasalahan ini sangat serius. Tabir mulai terbuka, bahwa benar ada rekayasa di dalam kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.

Tidak berlebihan jika Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan, tidak habis pikir kenapa pejabat-pejabat di Indonesia mudah diatur oleh cukong-cukong yang menurutnya menjijikan itu. "Saya gak habis pikir kenapa pejabat Kejaksaan dan Polri kita mau diatur oleh cukong-cukong menjijikan itu," ujar Mahfud MD saat berbincang-bincang dengan tvone.

Berikut salah satu transkrip lengkap percakapan Anggodo dengan seseorang, yang saya kutib dari Vivabnews.com :

Tuut
Tuut
Tuut
Male 1 (Anggodo): Halo
Male 2: Bos di mana bos?
Male 1: Wah ndek Karet bos
Male 2: O yo siap, iki aku jek ono rapat sek karo Pak Kasat
Male 1: Yo wis gak opo-opo aku mang...
Male 2: Dan itu... udah bos
Male 1: Wis teko, anak buahe wis teko
Male 2: Uwis? Wis rono?
Male 1: He eh tak cekeli yoo tithik yoo... aku mau...
Male 2: Baru...
Male 1: Aku ngomong
Male 2: Iki engko tak tandatangani nang Ibis Kono
Male 1: Yoo terus aku ngomong
Male 2: Hee
Male 1: Ambek Alex, iku SD telu bos-ku piro? Aku muni sepuluh ae aku muni ngono
Male 2: Uwis iku di pek-eng uwis kabeh, engko di engko dikirim bos
Male 1: Oke bos
Male 2: Siap siap bos
Male 1: Suwun yoo. Aku sesuk esuk balik yo
Male 2: Yo bos?
Male 1: Sesuk esuk aku balik
Male 2: Enggak aku nanti...posisi itu terus
Male 1: Inii rencana mau pergi makan nanti
Male 2: Ooo yo uwis engko nek selesai makan
Male 1: Iki wis, wis telung wulan gak mangan enak dino iki ate mangan enak
Male 2: Oo siap bos siap bos
Male 1: Soale aku mari antem-anteman karo Alex ndek kene
Male 2: Ha ha ha
Male 1: Ternyata Truno tiga komitmennya tinggi sama saya
Male 2: Oo gitu bos ya
Male 1: Lho kan wis mlebu bos wingi
Male 2: Iyo?
Male 1: Cak dilebokno tapi wis ndek SK
Male 2: Ooo siap siap bos
Male 1: Saiki non aktif, tapi katut koncone kene sithuk
Male 2: Pak Ade?
Male 1: Dudu
Male 2: Sopo?
Male 1: Bibit
Male 2: Oo itu tetep kenek?
Male 1: Yo wee, ilek iku kan ijek konco kene bos
Male 2: Ooo gitu
Male 1: Tapi lek sing sithuk Chandra sesuk dilebokno malah tak pateni ndek njero kok
Male 2: Iyo yo yo. Tapi Pak Ade piye bos?
Male 1: Selama nanti urusan saya... selesai
Male 2: Ya
Male 1: De'e pasti tak tutupi tho bos
Male 2: Siap bos
Male 1: Konco-konco iki pan aku yo usaha, yang jelas penghiatan bukan dari kita
Male 2: Yo yo bos, yo bos yo bos
Male 1: Dan itu mungkin sudah disadari semua konco-konco to bos?
Male 2: Ya iya bos iya bos
Male 1: Model Anggodo kan ndak mungkin penghianatan
Male 2: Iya iya pastilah pasti
Male 1: Iyo bos
Male 2: Yo bos nanti sempet nanti mau ketemu sama si bos sebentar bos
Male 1: Oke bos oke
Male 2: Siap bos makasih bos

02 November 2009

Selamat kepada para pemenang ‘share your career story’


Oleh: Kahar S. Cahyono

Rona segar, spontanitas, dan kehangatan terlihat di Sabtu pagi yang cerah, 31 Oktober 2009. Benang-benang semangat saling bertaut dalam kebahagiaan berlipat. Di hari ini, para pemenang ‘share your career story’ hadir untuk menjalin silahturahmi dengan para pemenang lainnya, dan saling memberi applaus satu sama lain saat berbagi kisah mereka. Sungguh senang melihat antusiasme dan semangat yang terjalin diantara para pemenang saat masing-masing menceritakan motivasi mengikuti event ini.

Tulisan di atas saya baca perlahan, melalui pesan yang dikirim melalui Grup Facebook Konsultan Karir oleh Ardiningtyas Pitaloka. Saya bisa merasakan kebahagiaan itu. Bahkan, saya kira, semangat yang sama juga mengalir kepada siapa saja yang membaca tulisan ini.

Meskipun tercatat sebagai salah satu pemenang harapan (Bersiap Menghadapi PHK), saya sendiri berhalangan hadir dalam momen spektakuler ini. Menyesal? Jangan ditanya, itu pasti. Ingin rasanya me-restart acara itu, sehingga saya memiliki ruang dan waktu untuk hadir di dalamnya.

Itulah sebabnya, secara khusus saya menyempatkan diri membuat catatan kecil ini, dan ingin mengucapkan selamat kepada para memenang ‘share your career story’.

Senang saja mengetahui Konsultankarir.com (KK) menyelenggarakan kegiatan ini, sehingga, bagi yang lain, bisa memintas waktu dengan belajar dari pengalaman para Insporator Karir. Belajar tentang bagaimana mereka menghadapi hambatan, pantang mundur, dan tetap tegar.

“Orang-orang resign, saya tidak peduli, saya fokus aja. Ternyata pihak manajemen memandang pekerjaan saya bagus dan kini saya mendapatkan posisi di kantor pusat. Oh my God.. siapa saya, hanya seorang dengan pendidikan formal terbatas, pasti semakin banyak yang akan mencibir, tapi ternyata manajemen menilai saya mampu. Jadi, saya percaya dengan fokus dan keyakinan, pasti kita akan mendapatkan berkah yang tidak terduga.” Kurang lebih kalimat di atas dituturkan oleh Nunik Utami, pemenang harapan berbagi kisah dengan judul ‘Antara Karir & Cita-Cita’. Seorang penulis yang telah menerbitkan banyak buku dengan penerbit Mizan, saat berbagi kisahnya.

Teman-teman bisa membaca tulisan para Inspirator Karir secara lengkap di Konsultankarir.com yang akan mulai tayang dalam bulan November ini, setiap hari Senin. Semoga terinspirasi, dan jangan lupa, selalu berbagi!


http://konsultankarir.com/2009/11/02/saya-dan-karir/tamu-istimewa-di-konsultankarircom/

Catatan: Foto diambil dari Konsultankarir.com
 
Kembali lagi ke atas