26 Maret 2009

Siaran Pers: Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan sebagai Jawaban atas Permasalahan Ketenagakerjaan di Kab. Serang


Kami, Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) hendak mengingatkan Pemda dan DPRD Kabupaten Serang terkait dengan Pembahasan Raperda Ketenagakerjaan yang saat ini sedang berlangsung. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Otonomi Daerah merupakan sebuah kesempatan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah persoalan ketenagakerjaan, yang tidak dapat dipisahkan dari persoalan sosial masyarakat. Hal ini dikarenakan bahwa ketika kita berbicara tentang buruh, maka permasalahannya tidak bisa dilepaskan dari keluarga yang menjadi tanggungannya, entah itu orang tua, istri/suami atau anak-anaknya. Jika sesuatu terjadi pada buruh, maka cepat atau lambat juga akan berdampak pada satuan sosial yang lebih besar.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 (UU 13/2003) tentang Ketenagakerjaan telah berlaku selama hampir 9 tahun hingga saat ini. Kami berpendapat, UU 13/2003 memerlukan sebuah kontekstualisasi di Kabupaten Serang demi menjawab persoalan sosial yang terjadi, dan pada akhirnya diharapkan bahwa kesejahteraan masyarakat Serang meningkat.

Berdasarkan hasil riset mengenai kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Serang yang dilakukan FSBS dalam kurun waktu tahun 2008 s/d 2009 terungkap, permasalahan utama ketenagakerjaan di Kabupaten Serang, antara lain: (1) Permasalahan Terkait Hubungan Industrial, (2) Permasalahan Terkait Kebebasan Berserikat, (3) Permasalahan Terkait Pengupahan dan (4) Permasalahan Terkait Sanksi yang diatur dalam UU No. 13/200. Oleh sebab itu, keberadaan Perda harus mampu meminimalisir permasalahan-permasalahan tersebut.

Terkait dengan pembahasan Raperda Ketenagakerjaan Kabupaten Serang yang saat ini tengah berlangsung, kami berpendapat:

1. Bahwa Perda Ketenagakerjaan harus diarahkan untuk menjawab permasalahan sosial yang terjadi. Keberadaan sebuah Perda juga dimaksudkan untuk meminimalkan dampak negatif atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang ada, akibat ketidakjelasan, multi tafsir, tiadanya sanksi yang tegas atas pelanggaran dan substansi yang tidak definitif dari Undang-undang tersebut.

2. Agar pembahasan Raperda Ketenagakerjaan Kabupaten Serang tidak dilakukan secara gegabah dan tergesa-gesa. Seluruh stokeholder Ketenagakerjaan di Kabupaten Serang harus dilibatkan secara proporsional dan diberi waktu yang cukup untuk melakukan kajian terhadap pasal-pasal Raperda.



Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

Koordinator Umum FSBS: Kahar S. Cahyono
Koordinator Politik Hukum dan HAM FSBS: Argo Priyo Sujatmiko
Hotline: 0818 0716 5440 – 0813 1724 0412
E-Mail: kahar.mis@gmail.com
Http://suarasolidaritas.blogspot.com

16 Maret 2009

LAPORAN HASIL RISET: PERILAKU PEKERJA/BURUH UNTUK MEMILIH CALON ANGGOTA LEGISLATIF DARI AKTIVIS BURUH DALAM PEMILU 2009


A. PENDAHULUAN
Banyaknya aktivis buruh yang terdaftar sebagai calon legislatif (caleg) dalam pemilu 2009 merupakan fenomena yang patut diberikan apresiasi. Apalagi, selama ini mereka dikenal vokal dalam memperjuangkan hak dan kepentingan kaum buruh, dan memiliki jaringan yang sangat kuat dalam komunitas buruh.

Di Kabupaten/Kota Serang, setidaknya kita mengenal 9 (sembilan) aktivis buruh yang tampil menjadi caleg. Mereka adalah Argo Priyo Sujatmiko (Sekretaris DPC FSPKEP Serang), Isbandi Anggono (Ketua KC FSPMI Serang), Ngatri (Aktivis SPN Serang), Halimi (Wakil Ketua DPC KSPSI Serang), Rahmat Suryadi (Sekretaris DPC SPN Serang), Ripi Uripno Aji (Wakil Ketua DPC FSPKEP Serang), Puji Santoso (Wakil Ketua DPD SPN Banten), A. Hafuri Yahya (Ketua DPD FSPKEP Banten) dan Syamsudin Idris (Wakil Sekjed DPP FSPKEP).

Bagaimana sesungguhnya buruh merespon pencalonan tersebut? Apa saja peluang dan hambatan yang mereka hadapi? Dalam kaitan dengan itu, riset kecil ini dilakukan untuk:
1. Mengidentifikasi peluang dan tantangan apa saja yang dihadapi aktivis buruh agar terpilih sebagai anggota legislative pada pemilu 2009.
2. Memaparkan berbagai respon/tanggapan buruh dan masyarakat umum terhadap aktivis buruh yang terdaftar sebagai caleg pada pemilu 2009.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kami mewawancarai 172 responden. Kebanyakan dari mereka adalah buruh dari berbagai perusahaan yang berbeda. Banyak diantara mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan SP/SB secata aktif. Sebagian dari mereka bahkan tidak menjadi anggota SP/SB, selebihnya adalah pekerja yang tidak menjadi anggota SP/SB dan masyarakat umum.

No Latar Belakang Responden Jumlah
Anggota FSPMI 25
Anggota FSPKEP 30
Anggota KSPSI 22
Anggota SPN 20
Anggota KSBSI 15
Pekerja bukan anggota SP 30
Masyarakat Umum 30
TOTAL 172
Karakteristik Responden

Terkadang, diskusi kami bersama responden berlangsung serius. Khususnya ketika membahas hal-hal yang sangat sensitif, misalnya terkait dengan hal-hal yang melatarbelakangi si responden untuk memilih atau tidak memilih caleg tertentu. Namun, tidak jarang kami melempar pertanyaan “sambil lalu”, untuk mendapatkan respon/jawaban spontan.





B. TEMUAN-TEMUAN RISET

1. Peluang Aktivis Buruh Dalam Pemilu 2009

a. Memiliki Jaringan

Sebagai aktivis, caleg yang berasal dari kalangan buruh relatif dikenal di komunitas pekerja/buruh. Tentu saja, ini sangat menguntungkan. Mereka sudah cukup dikenal, bahkan sebelum mengkampanyekan dirinya. Posisi ini memberikan keuntungan ganda, sebab selain sebagai buruh, mereka juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Kelihaian untuk memainkan peran ini diyakini akan mendongkrak suara. Dan model jaringan seperti inilah yang tidak dimiliki caleg lain..

Kondisi di atas didukung dengan jumlah pekerja/buruh di Serang yang sangat besar. Jaringan ini bisa diperluas pada keluarga buruh, sebagai pintu masuk untuk mendekatkan diri ke masyarakat secara luas. Meskipun mereka tidak memahami secara detail soal-soal ketenagakerjaan, namun masyarakat masih peduli dan antusias ketika diajak berdiskusi tentang masalah-masalah perburuhan. Kondisi ini dipicu oleh maraknya penggunaan buruh kontrak, borongan, outsourcing dan percaloan tenaga kerja yang berimbas pada keluarga mereka.

b. Dikenal Karena Komitment dan Integritasnya

Kedekatan dan kepedulian sang aktivis terhadap buruh juga menjadi point penting. Sebagai aktivis, caleg dari buruh mendapatkan penilaian dari awal. Bahkan sebelum mereka mengkampanyekan dirinya. Perjuangan buruh yang selalu kandas di tengah jalan, misalnya akibat intervensi pihak-pihak tertentu, membuat kader-kader SP/SB lebi tertantang untuk segera beranjak dari aksi “parlemen jalanan” menuju perjuangan secara formal melalui gedung dewan. Bagi anggota SP/SB (yang terorganisir), situasi ini mampu memantik semangat mereka dalam untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih wakil-wakil rakyat yang mempunyai integritas dan komitment kuat untuk membela kepentingan buruh.

Sebagai catatan, semangat perubahan ini di kalangan buruh yang tidak terorganisir tergolong rendah. Dikenal, memang menguntungkan. Namun disini pula letak kelemahan caleg aktivis buruh. Bagi aktivis yang sekedar mencari popularitas dan kepentingan pribadi di SP/SB, responden cenderung untuk tidak memilih mereka. Bahkan sebelum pemilu dilakukan. “Kalau dalam pemilu nanti memilih si A, sama aja bohong…”, ujar seorang responden.

c. Sudah Mewakili Aspirasi Masyarakat (buruh), Jauh Hari Sebelum Duduk di Kursi Legislatif

Bila calon lain mengatakan, bahwa mereka belum bisa memberikan bukti keberpihakannya kepada rakyat karena belum menjadi anggota dewan, lain halnya dengan sang aktivis. Jauh sebelum pemilu dilakukan, mereka sudah berjuang membela hak dan kepentingan masyarakat. Mereka sudah berfikir dan melakukan tindakan konkret untuk mensejahterakan buruh dan keluarganya. Mereka dikenal, besar dan dibesarkan dari buruh. Kursi legiskatif bukanlah tujuan, namun sebagai alat. Alat untuk mencapai tujuan, terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.


2. Hambatan Aktivis Buruh Dalam Pemilu 2009
o Sebagian besar responden menyatakan untuk “golput” dalam pemilu mendatang. Hal ini sebagai respon atas rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap Partai Politik. Mereka tidak percaya pemilu akan merubah nasib dan memberikan perbaikan pada tingkat kesejahteraan. Ketidakpedulian bagi semua hal yang berbau politik tidak hanya dilakukan buruh, tetapi juga menggejala di tengah-tengah masyarakat. Ini memang berita buruk bagi demokrasi. Tetapi itu semua akibat dari reaksi rasional dari beban hidup yang semakin lama semakin sulit. Sementara di atas sana, para pemimpin tidak menunjukkan simpati dan keberpihakan kepada rakyat.

o Dikenal, memiliki jaringan hingga ke akar rumput, memang sangat menguntungkan. Namun, hal ini sekaligus menjadi sisi kelemahan mereka. Di tengah lemahnya budaya pengorganisasian SP/SB dan “gagalnya” perjuangan buruh membendung kebijakan fleksibilitas pasar tenaga kerja, menjadi alasan bagi buruh untuk tidak mempercayai bahwa aktivis mereka pun sanggup membuat perubahan. Hubungan kerja yang fleksibel telah melemahkan posisi tawar buruh, menghancurkan serikat buruh karena banyak kehilangan anggotanya yang di PHK, dan perubahan status tetap menjadi tidak tetap. Buruh yang merasa “dihianati” karena hak-haknya tidak diperjuangkan secara maksimal, cenderung anti pati dan menolak caleg dari aktivis buruh.

o Adanya kecemburuan bagi buruh, bila aktivisnya duduk dalam posisi ”lebih terhormat”. Sebagian besar respondent menghendaki aktivisnya berada dalam posisi setara dengan mereka, sehingga enggan memilih aktivis buruh dalam pemilu nanti. Hal ini juga nampak, misalnya buruh tidak rela bila pemimpinya menduduki ”jabatan penting” di perusahaan, menggunakan mobil, dsb.

o Definisi buruh, yang diharapkan menjadi pendukung utama aktivis buruh juga patut dipertanyakan. Apalagi, buruh yang tidak terorganisir jauh lebih besar. Tingkat popularitas aktivis buruh di tingkat fungsionaris (pengurus PUK dan DPC) memang sangat tinggi. Namun di level basis, popularitas ini menurun tajam. Hal ini disebabkan belum adanya kesadaran politik bagi buruh. Apalagi peran SP/SB dirasa belum optimal dalam memberikan ”penyadaran politik”.

o Rekruitment tenaga kerja yang menggunaIronisnya, untuk bisa diterima bekerja, buruh harus membayar dengan sejumlah uang. Pengalaman yang terus berulang ini mengantarkan pada kesimpulan, bahwa selama ini buruh berjuang sendirian. Peran Pemda dan DPRD nyaris tidak terlihat dalam kasus-kasus di atas.

o Hal yang tidak kalah sensitif adalah terkait dengan keberadaan kader dan simpatisan Partai Politik di kalangan buruh. Hal ini mengingat, sebagian besar kader dan simpatisan Parpol di tingkat daerah juga seorang buruh. Bila tidak diperhitungkan secara cermat, kondisi berpotensi menimbulkan benturan, yang justru akan semakin melemahkan. Apalagi bila digunakan pihak-pihak tertentu untuk melakukan kampanye hitam, SP/SB sudah dijadikan tunggangan politik.

o Money politik, telah menciderai makna demokrasi itu sendiri. Kondisi ini seakan menutup jalan bagi caleg yang berkualitas untuk mendapatkan kursi legislative. Lagi-lagi, modal-lah yang akan memainkan peran penting. Dan itu tidak dimiliki buruh.


C. ANALISIS
Jelas sekali, faktor utama yang nampaknya akan menjegal aktivis buruh sebagai anggota legislatif adalah faktor persepsi yang salah dari para buruh itu sendiri. Dalam kaitan dengan ini, caleg dari aktivis buruh harus melakukan penguatan terhadap faktor-faktor internal. Factor-faktor yang bersentuhan langsung dengan kepentingan-kepentingan buruh. Misalnya dengan menggugah kesadaran politik buruh.

Bila jaringan kepada komunitas buruh bisa dioptimalkan, itu sudah cukup untuk mengantarkan caleg buruh duduk di kursi dewan.



D. REKOMENDASI

1. Gerakan Buruh Pilih Buruh
Kekuatan serikat buruh terletak pada anggota (yang terorganisir). Kaum buruh itu sendiri. Oleh karenanya, keberadaan aktivis buruh di sebagai caleg dalam pemilu 2009 harus dimaknai sebagai bagian untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan kaum buruh. Buruh Pilih Buruh harus menjadi ”gerakan”, bukan sekedar slogan semata.

2. Memenangkan Kepentingan Buruh
Banyaknya aktivis buruh yang diminta menjadi caleg dalam pemilu 2009 menjadi sebuah pembuktian bahwa kekuatan kaum buruh cukup diperhitungkan. Oleh sebab itu, pemilu juga harus dimaknai sebagai kampanye untuk membumikan isu-isu ketenagakerjaan. Dengan demikian, apapun hasilnya, kepentingan buruh tetap kita junjung tinggi. Minimal masyarakat akan semakin paham, bahwa aktivis buruh tampil untuk memberikan solusi. Bahwa tidak benar organisasi buruh lebih banyak menyebabkan masalah daripada mengatasi masalah.

Ketegasan dan kejelasan sikap inilah yang akan membedakan politisi pro buruh dan yang bukan. Sehingga masyarakat akan mempunyai alasan yang jelas pula, mengapa mendukung buruh, dan bukan yang lainnya.


3. Membangun Jejaring Buruh Menyongsong Pemilu 2009
Momentum pemilu tidak boleh dilewatkan begitu saja,. Oleh karena itu, simpul-simpul kekuatan pekerja/buruh di Kab./Kota Serang harus bersatu. Bahu-membahu dalam mengusung dan memenangkan aspirasi kaum buruh.

Jejaring politik perlu dirajut, lintas komunitas. Buruh harus keluar, dari apa yang disebut oleh Michael Lerner sebagai tuna kuasa. Sebab bahaya dari sikap tuna kuasa ini sangat besar. Kata Lerner, anggapan atau persepsi tuna kuasa dapat menimbulkan berbagai efek negatif dalam kehidupan sosial. Anggapan tuna kuasa menyebabkan seseorang tidak ingin mengadakan perubahan yang seharusnya dapat dilakukan. Berbagai kekurangan, ketidakadilan, dan penyewengan kekuasaan dipandang sebagai “kenyataan”. Karena kenyataan, ada rasa khawatir akan kalah, tersingkir, dan dikesampingkan orang lain. Kekhawatiran ini akan terbukti dan menjadi self-fullfilling prophecy ketika orang bertindak selaras dengan anggapan dan rasa khawatir tersebut.

Rasa apatis, lemah, tidak berdaya, tidak boleh menghentikan langkah kita untuk memperjuangkan perbaikan. Selama ini kaum buruh cukup membuktikan diri sebagai jiwa-jiwa yang tidak patah menghadapi tantangan. Buktinya, perlawanan terus dikorbankan, manakala hak-hak mereka dinistakan. Oleh karenanya, pilihan untuk memenangkan aspirasi buruh dengan memilih pejuang-pejuang buruh merupakan sebuah keniscayaan. Sementara mereka yang hanya mengumpulkan suara kaum buruh, tanpa memberikan solusi konkret dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan ketenagkerjaan, tidak layak mendapat dukungan buruh.


FSBS_2008





































Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait dengan Kertas Posisi ini,
mohon menghubungi:

Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS)
Sekretariat: Jl. Raya Serang – Jakarta Km. 65 (Depan Kantor BRI Cikande)
Kampung Kademangan RT 01/03 Desa Parigi. Serang – Banten 42186
E-Mail: SuaraSolidaritas@gmail.com Hotline: 081807165440
Http://suarasolidaritas.blogspot.com

KERANGKA ACUAN: Jaringan Komunikasi Politik Buruh - Politisi Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS)


I. Manisfesto Politik FSBS
Selama puluhan tahun, dirasakan bahwa posisi kaum buruh masih termarjinalkan, dan tidak pernah mengalami perubahan taraf hidup menuju masyarakat sejahtera (welfare state). Banyak faktor yang melatari problema ini, tetapi sejarah panjang gerakan buruh mengajarkan untuk tidak mengeluh dan hanya berpangku tangan. Setahap demi setahap mereka harus terus berjuang, menyampaikan gagasan, pikiran, dan cita-citanya tanpa mengenal putus asa. Orang boleh datang silih berganti, tetapi cita-cita harus tetap hidup demi keadilan, kebenaran, dan nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu. Pemilu kali ini memberikan makna dan momentum penting bagi pekerja/buruh dan keluarganya untuk menyalurkan gagasan, pikiran dan cita-cita tersebut.

Jumlah buruh di Kabupaten Serang merupakan angka yang signifikan untuk memenangkan kursi anggota legislatif, tetapi bukanlah hal yang mudah untuk menarik simpati mereka. Dibutuhkan kader militan yang terstruktur dan mempunyai jaringan yang luas untuk menyampaikan pesan-pesan dan program dari caleg dalam bahasa yang mudah dicerna oleh buruh.

Untuk itu dibutuhkan satu organ kelembagaan (jaringan kader sebagai gugus tugas) untuk membentuk jaringan dikalangan komunitas ini. Para kader di semua jaringan inilah yang akan mensosialisasikan pesan dan program para caleg di tingkat komunitas terkecil. Di perusahaan tempat mereka bekerja, dan di lingkungan tempat mereka tinggal.


II. Sekilas tentang Jaringan Komunikasi Politik Buruh - Politisi
Pemilu 2009 telah di ambang pintu. Satu hal yang berbeda dari pemilu 2004, adalah banyaknya calon anggota legislatif (caleg) dari kaum pergerakan. Baik aktifis buruh, tani, kaum miskin kota, mahasiswa maupun para penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Ini merupakan sebuah kemajuan politik yang tentunya dapat menguntungkan bagi gerakan rakyat kedepannya.

Isu penting dalam gerakan buruh pada pemilu kali ini adalah terkait dengan banyaknya aktivis buruh yang bertarung dalam Pemilu 2009. Dalam kaitan dengan hal itu, Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) memandang perlu untuk memperhatikan trek-record para caleg dan kepeduliannya terhadap buruh. Dengan demikian, paling tidak, caleg yang didukung dan dipilih buruh adalah orang-orang yang sensitif dengan persoalan buruh.

Untuk bisa mengetahui sejauh mana kepedulian para caleg terhadap permasalahan dan isu-isu perburuhan, FSBS menggulirkan sebuah program yang bertajuk “Jaringan Komunikasi Politik Buruh - Politisi”. Melalui komunikasi, semua menjadi terbuka. Dengan komunikasi, kecurigaan akan hilang, sehingga buruh tidak lagi memilih dalam karung. Dengan komunikasi, kepastian para caleg, agar ketika terpilih nanti peduli dengan nasib buruh, bisa didapatkan.

Momentum pemilu 2009 menjadi semacam titik awal dari sejarah gerakan buruh yang lebih cerah kedepannya. Apalagi sekarang, kondisinya berubah. Mulai ada kepedulian dari serikat buruh (komunitas buruh) untuk mengawal proses pemilu. Baik mencalonkan kader dari internal, atau menggunakan kekuatan sosial politiknya untuk mempengaruhi perubahan.

Tidak bisa dipungkiri, teman-teman buruh ada juga yang memilih untuk golput. Namun pada dasarnya, argumen teman-teman yang Golput lebih disebabkan karena belum ada partai atau sosok yang sungguh-sungguh memperjuangkan buruh. Mereka khawatir, kalau tidak dihianati, ya dibohongi. Ada betulnya, tapi tidak sepenuhnya betul. Karena dalam sistem politik sekarang, ada kemungkinan juga peluang-peluang bagi individu berperan. Dan apa lagi kalau individu-individu ini didukung oleh kekuatan sosial dibelakangnya, yaitu kekuatan sosial buruh. Maka bukannya tidak mungkin perubahan akan kita dapatkan.


III. Tujuan
1. Menyampaikan aspirasi dan pokok-pokok pikiran pekerja/buruh kepada caleg DPRD/RI dan DPD. Dengan harapan setelah mereka terpilih nanti, mereka mempunyai kepekaan/kepedulian terhadap isu-isu buruh.

2. Memberikan pendidikan politik bagi buruh, untuk menggunakan kekuatan sosial politiknya bagi kepentingan buruh.

3. Anggota legislative merupakan representasi dari rakyat yang akan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Dalam kaitan dengan hal itu, program ini dimaksudkan sebagai media konsolidasi dan silaturahmi antara buruh dan calon wakil rakyat, untuk saling mengenal, bertukar pikiran, dan menyusun agenda bersama.


IV. Bentuk Kegiatan
Pengurus Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) melakukan dan atau memfasilitasi pertemuan dengan para politisi untuk mendiskusikan isu-isu perburuhan. Dalam pertemuan tersebut juga dilakukan pembahasan agenda bersama untuk memastikan agar aspirasi buruh tidak menjadi sia-sia. Hasil pertemuan/diskusi dengan para politisi, selanjutnya akan disosialisasikan kepada kalangan buruh melalui pemimpin-pemimpin buruh di tingkat basis (perusahaan). Sehingga akan mempermudah dan menjadi referensi bagi buruh untuk menentukan, caleg mana yang akan mereka pilih.


V. Tuntutan FSBS untuk Dijadikan Bahan Program Anggota Legislatif terpilih
1. Mendorong perluasan lapangan kerja berbasis industri dengan berupaya meningkatkan usaha kecil menengah dan ekonomi kerakyatan.

2. Meningkatkan alokasi dana APBN dan APBD untuk tenaga kerja, pendidikan, transportasi, pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan sosial baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

3. Mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih (clean goverment) yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan berlandaskan prinsip “Good Coperate Govermance”.

4. Merumuskan sistem dan nilai pengupahan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) di zaman modern.

5. Mengajukan rancangan Perda dan atau Undang-undang tentang Pengupahan

6. Mengajukan rancangan Perda Pembatasan Buruh Kontrak dan Outsourcing, yang pada intinya memberikan perlindungan, meningkatkan kesejahteraan dan membeerikan keamanan bekerja kepada masyarakat (pekerja/buruh dan keluarganya).

7. Amandemen/Revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya terkait dengan pasal-pasal yang dijadikan celah untuk mengeksploitasi buruh.

8. Mendorong Pemerintah Pusat/Daerah, untuk serius dalam memberantas dan menindaklanjuti segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, diantaranya yang terkait dengan penyelewengan penggunaan buruh kontrak dan outsourcing, penggelapan iuran jamsostek, pelanggaran kebebasan berserikat, mafia peradilan hubungan industrial, pelanggaran ketentuan pengupahan, dsb.

9. Senantiasa melibatkan elemen pekerja/buruh dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan ketenagakerjaan.


PENUTUP
Sebagai waga negara yang terorganisir dan peduli pada kesejahteraan, keadilan sosial dan solidariritas, saatnya suara buruh punya arti dan peran politik. Mulailah dengan apapun partainya dalam pemilu 2009, yang penting suara buruh jatuh pada orang-orang yang peduli dengan nasib buruh, dengan agenda mewujudkan warga negara yang punya pekerjaan, punya pendapatan dan punya jaminan sosial
.
Terus bergerak untuk kesejahteraan buruh!

06 Maret 2009

AUDIENSI DENGAN KEPALA PT. JAMSOSTEK (Persero) CABANG SERANG

Kamis, 19 Februari 2009 FSBS melakukan audiensi dengan Kepala PT. Jamsostek Cabang Serang. Dalam kesempatan ini, Koordinator Umum FSBS, Kahar S. Cahyono, mempresentasikan Proposal Riset tentang Pengupahan dan Jaminan Sosial. Dimana hasil riset ini akan digunakan untuk melakukan advokasi publik guna mendesak keluarnya Perda Ketenagakerjaan di Kab. Serang.

Kepala Cabang PT. Jamsostek Serang memberikan apresiasi terhadap rencana kegiatan May Day FSBS. Terutama terkait dengan riset tentang Jaminan Sosial di kalangan buruh. Menurutnya, ini adalah proposal yang cantik dan cerdas. Keuntungan masing-masing pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan riset dipaparkan dengan jelas. Oleh karena itu, PT. Jamsostek bersedia bekerjasama dalam pelaksanaan riset yang akan diselenggarakan pada bulan Februari – Mei 2009 ini.




































FSBS dan KPK Menggarap Album Buruh: Panitia Kesulitan Dana


Kepastian terkait dengan pembuatan album buruh itu diperoleh setelah melakukan rapat di Sekretariat Forum Solidaritas Buruh Serang (14/02/09). Pembuatan album akan dikerjakan oleh Komunitas Peduli Karya (KPK) dan MMS Studio, yang dikomandani oleh Jack al-Banteni. Seorang aktivis, Pendiri KPK, sekaligus relawan FSBS.

Junaedi, Ketua Pelaksana Kegiatan May Day 2009, mengatakan, bahwa pembuatan album ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan May Day buruh serang. “Album ini merupakan kumpulan lagu-lagu yang menceritakan pahit getirnya kehidupan pekerja/buruh.

Beberapa tema dalam lagu diangkat dari temuan-temuan hasil riset FSBS. Melalui album ini, kita berharap pesan-pesan kaum buruh bisa diterima oleh masyarakat,” ujar pria bersahaja, yang sedang menanti kelahiran putra pertamanya ini di Sekretariat FSBS.

Album yang rencananya akan diberi judul “Untukmu Saudaraku…” ini, rencananya berisi 10 judul lagu. Diantaranya adalah Kata Istri Temanku, FAIR, Namun…, Untuk FSBS, dan beberapa lagu lain yang masih dirahasiakan.

Darimana FSBS mendanai pembuatan album ini?

“Sampai saat ini kami masih mengajukan proposal ke pihak-pihak terkait untuk mendanai lagu ini. Dana awal, untuk latihan dan sewa studio sebesar 1 juta kami dapatkan dari pinjaman seorang teman,” papar Junaedi. “Padahal kami membutuhkan 4 sampai 5 juta lagi. Kami sangat mengharapkan pihak-pihak yang memiliki kepedulian untuk memberikan sumbangan dana solidaritas, agar target launching album awal bulan April nanti bisa dipenuhi,” lanjutnya.

Pernyataan Junaedi dibenarkan Heri Susanto, Sekretaris Umum FSBS. “Benar, album ini diharapkan selesai pada akhir bulan Maret 2009. Harapannya, album ini menjadi soundtrack peringatan may day 2009”

Bila saat ini panitia masih kesulitan dalam pendanaan, bisakah ambisi itu diwujudkan? Ayo, siapa lagi yang mau membantu?0

Menggalang Solidaritas: FSBS Adakan Pertemuan Keluarga Aktivis


Sabtu, 3 Januari 2009 menjadi hari yang istimewa bagi FSBS. Bagaimana tidak? Hari itu, untuk pertamakalinya FSBS menyelenggarakan pertemuan dengan melibatkan keluarga pengurus (anak dan istri). Mereka duduk bersama, saling bertukar informasi, dan mencoba untuk memahami satu dan lainnya.

Dalam pertemuan yang dikemas dalam agenda Majlis Taklim FSBS tersebut hadir antara lain, Kahar S. Cahyono beserta anak dan istri, Heri Susanto beserta anak dan istri, Argo P. Sujatmiko beserta anak dan istri, Nursaifudin beserta anak dan istri, dan Junaedi beserta istri. Disamping itu, hadir juga dalam acara tersebut adalah Kamaludin, Sugeng, Jack al-Bantani, dan Paijan. Hariyati, dan kawan-kawan lain

Sebagaimana disampaikan Isbandi Anggono, Koordinator Informasi Komunikasi dan Publikasi, kegiatan ini merupakan Pertemuan Bulanan untuk Pengurus dan Relawan beserta keluarganya. Dilaksanakan setiap hari Sabtu pada minggu pertama. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai media silaturahmi dan mempererat rasa persaudaraan antar pengurus.

Hariyati (Biro Perempuan), ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana kegiatan tersebut.

Selain siraman rohani (sebagai kegiatan utama), pertemuan ini juga membahas isu-isu sosial kemasyarakatan. Misalnya terkait dengan penguatan ekonomi keluarga buruh, dan kegiatan-kegiatan lain yang berkorelasi pada tujuan utama FSBS, yaitu mengkampanyekan pentingnya Perda untuk mengatasi persoalan buruh kontrak dan outsourcing.

Diharapkan, melalui kegiatan ini, FSBS akan mempunyai energi yang berlipat dalam menjalankan setiap aktivitasnya. Sehingga aktivitas untuk memperjuangakan kehidupan yang lebih baik bagi buruh tidak hanya dilakukan oleh buruh yang bersangkutan, tetapi juga melibatkan keluarganya.

Review Pelaksanaan Program Forum Solidaritas Buruh Serang Tahun 2008


Tahun 2008, menjadi tahun yang bersejarah bagi FSBS. Bersejarah, dimana untuk pertamakalinya kalangan Pemerintah Daerah dan DPRD mengumumkan secara terbuka untuk membuat perda ketenagakerjaan. Sebuah peraturan daerah, yang diharapkan mampu memberikan perlindungan maksimal kepada buruh.

Bersejarah, karena beberapa minggu setelah pernyataan tersebut di ekspose di media massa, perwakilan buruh, pengusaha, pemerintah daerah, dan DPRD Kab. Serang mengadakan study banding ke Batam.

Bersejarah, karena dalam suatu kesempatan audiensi/hearing Komisi B DPRD Serang berjanji untuk membahas Perda selambat-lambatnya bulan Agustus 2008. Dan untuk kesekian kalinya sejarah itu dibuat, mengingat hingga akhir tahun 2008 ini, janji itu tak kungjung ditepati.

Memperhatikan peristiwa demi peristiwa di atas, semakin mempertebal semangat kami, bahwa perjuangan belum usai. Akan ada lagi hari-hari panjang, selama tahun 2009 nanti, bahkan di tahun-tahun berikutnya, untuk memperjuangkan perubahan ke arah yang lebih baik. Sulit. Namun bukan berarti tidak mungkin.

Review Pelaksanaan Program ini merupakan potret kecil perjalanan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) di tahun 2008. Kami berharap, dengan menulis kembali hasil review ini, akan memerankan fungsi mediasi antara FSBS dan relasi, antara FSBS dan stokeholder ketenagakerjaan, dan antara FSBS dengan masyarakat secara keseluruhan. Silahkan memberi komentar apa saja tentang hasil Raker kali ini. Karena FSBS percaya pada proses, perbaikan yang terus menerus.


A. Permasalahan Internal dan Rekomendasi

1. Kepengurusan
Susunan Pengurus FSBS untuk periode 2008 – 2009 yang dipilih melalui Raker pada tanggal 29-30 Desember 2007 bertempat di Gedung PKP-RI Serang adalah sebagai berikut:

Koordinator Eksekutif : Puji Santoso
Sekretaris Eksektutif : Argo P. Sujatmiko

Koordinator Program : Kahar S. Cahyono
Koordinator Hukum dan HAM : Pardiyo
Koordinator Riset dan Database : M. Syafarul
Koordinator Litbang dan Jaringan : Sarnaja
Koord. Buruh Perempuan dan Diklat : Sugianto
Koord. Publikasi, Informasi dan Humas : Asep Danawirya

Sekretaris Program : Heri Susanto
Sekretaris Hukum dan HAM : Syamsudin
Sekretaris Riset dan Database : Kamaludin
Sekretaris Litbang dan Jaringan : Ratu Masturiah
Sekretaris Buruh Perempuan dan Diklat : Puji Nurhayati
Sekretaris Publikasi, Informasi, Humas : Sohari

Bendahara I : Junaedi
Bendahara II : Isbandi Anggono

Namun, dalam perjalanannya, kepengurusan di atas tidak berjalan baik. Banyak factor yang melatarbelakangi tidak efektifnya kepengurusan ini. Diantaranya adalah perubahan secara mendasar komposisi dan SDM pengurus, yang notabene diisi oleh personil yang sebelumnya tidak memahami jati diri FSBS. Ketidakefektifan semakin diperparah dengan tidak aktifnya pimpinan puncak dalam kepengurusan. Akibatnya, sirkulasi informasi dan komunikasi antar Koordinator Bidang menjadi tersendat.

Kendati tidak berpengaruh pada kinerja FSBS secara keseluruhan, setelah seluruh mekanisme program kerja diambilah alih Koordinator Program, namun tetap saja situasi ini menimbulkan dampak psikologis dan ketidakpuasan di kalangan aktivis FSBS.

Puncaknya, dalam Rapat Kerja (Raker) FSBS tanggal 15 November 2008 (Agenda pembahasan: Evaluasi Program) memutuskan untuk membekukan pengurus periode ini. Sementara sambil menunggu terbentuknya pengurus yang baru, aktivitas FSBS dikendalikan oleh Steering Committee Raker FSBS 2008, Heri Susanto, dkk. Kedepan, pengurus FSBS harus diisi oleh orang-orang yang selama ini terbukti konsens keterlibatannya dalam setiap tahapan kegiatan forum. Disamping itu perlu dilakukan perampingan, agar terbentuk pengurus yang solid dan efektif.

2. Usulan perubahan nama FSBS
Sebagaimana dalam Raker tahun lalu, usulan untuk merubah nama FSBS juga menjadi perdebatan yang cukup seru dalam Raker kali ini. Pihak yang mengusung perubahan nama lembaga ini berdalih bahwa penggunaan nama “forum” dan “Serang” justru mengerdilkan keberadaan FSBS. Membuat FSBS tidak leluasa bergerak. Sementara pihak yang mempertahankan nama FSBS beralasan, bahwa nama ini sudah cukup dikenal. Sehingga pergantian nama hanya akan membuat langkah FSBS menjadi surut ke belakang.

Karena tidak ada kesepakatan, Raker memutuskan untuk mengambil keputusan melalui voting, yang kemudian dimenangkan oleh kelompok yang mengingingkan agar nama FSBS tetap dipertahankan.

Adapun nama-nama yang diusulkan antara lain: Solidaritas Buruh Bangkit, Pusat Solidaritas Buruh Serang, dan Lembaga Buruh Bangkit.

3. Newsletter/Majalah
Penerbitan newsletter/majalah juga menjadi pembahasan serius dalam raker kali ini. Terinspirasi oleh keterlibatan Koordinator Program FSBS sebagai Pemimpin Redaksi Majalah GARIS, dan Nursaifudin dan Heri Susanto di jajaran Dewan Redaksi. Diskusi pun mengerucut pada sebuah komitment, untuk mempersiapkan penerbitan majalah perburuhan lokal yang dikelola secara professional. Majalah ini diharapkan menjadi media kampanye dan “corong” bagi FSBS untuk menyuarakan sikapnya. Bukan hanya untuk kalangan buruh, namun majalah ini nantinya juga dikirim kepada seluruh stokeholder ketenagakerjaan di Serang.

Dalam sejarahnya, FSBS memang tidak memiliki pengalaman dalam hal media. Apa yang diklaim sebagai media oleh FSBS, Libur, bisa disebut sebagai “produk gagal”. Namun apapun itu, sebagai sebuah proses untuk menghasilkan sebuah karya yang lebih baik, tidak boleh diabaikan begitu saja.

Kedekatan FSBS dengan elit pimpinan SP/SB, politisi, kalangan birokrat dan legislatif, diyakini bisa menjadikan majalah ini akan semakin berbobot. Sekaligus menjadi kontrol sosial yang efektif. Media ini juga diyakini bisa “mengabadikan” pernyataan para tokoh, sehingga dikemudian hari kalangan buruh akan dengan mudah bisa menagih janji.

Wacana ini mendapat sambutan baik dari peserta Raker. Abu Gybran, senior FSBS mendukung penuh renacana ini, dan berharap bisa segera dibentuk susunan Dewan Redaksinya.

4. Pengangkatan Staff Full Timer
Aktivitas dan kegiatan FSBS yang semakin menggeliat, interaksi dengan berbagai pihak dan instansi yang sangat padat, juga tidak luput dari perhatian peserta Raker. Semua itu membutuhkan akurasi data dan kesiapan aktivisnya. Kesekretariatan FSBS tidak bisa lagi dilakukan disela-sela waktu luang.

Dalam kaitan dengan itu, dibutuhkan seorang staff yang akan mengupdate informasi, media kit, proses loby, dan kesekretariatan. Selama ini, prosentase terbesar aktivitas FSBS digerakkan oleh pengurus dan relawan yang tidak lagi bekerja (di pabrik). Hal ini mengingat, disamping kesibukannya di perusahaan, pengurus yang juga mempunyai agenda yang padat di organisasi SP/SB-nya masing-masing. Menjadi miris, bila kita melihat dukungan pendanaan hanya terbatas pada operasional saja, selebihnya tidak jelas. Padahal, sebagaimana yang sering dikeluhkan, mereka harus merelakan banyak waktu dan kepentingan keluarga untuk menjadi “penjaga gawang”.

Raker mengusulan untuk mengangkat seorang staff yang bekerja penuh waktu untuk FSBS; dengan memberikan kompensasi yang wajar atas jerih payahnya.

5. Kelengkapan Sarana & Sarana
Sebuah program akan berjalan dengan baik, apabila didukung sarana dan prasarana yang memadai. Kebutuhan akan sarana dan prasarana yang menunjang kerja FSBS, secara perlahan dan bertahap perlu untuk dilengkapi. Sebagai sebuah lembaga yang berproses menjadi besar, sudah saatnya FSBS tampil selayaknya lembaga besar yang lainnya.

• Pembelian Laptop
Kebutuhan terhadap laptop mencuat dari pengalaman FSBS saat memberikan presentasi saat melakukan riset, seminar, audiensi dengan Bupati, DPRD, dan sejumlah instansi lain. Banyak data dan dokumentasi tidak bisa ditampilkan secara cepat dan menyakinkan karena keterbasan media yang dimiliki FSBS.

• Kamera Digital
Kebutuhan untuk mendokumentasikan sebuah momen menjadi tantangan tersendiri. Dengan mendokumentasikan setiap kegiatan, diharapkan kegiatan tersebut bisa hidup lebih lama.

• Berlangganan Koran lokal
Kebutuhan untuk mendapatkan informasi dan kebijakan di tingkat lokal, menjadi tantangan yang harus dijawab FSBS kedepan.

• Furniture (Meja, kursi, dan lemeri arsip)
Ruang kerja yang masih “lesehan”, sangat mengganggu konsentrasi dan menjadi tidak efektif.


B. Agenda 2008
Rangkaian program kerja FSBS Tahun 2008 merupakan kelanjutan dari program serupa pada tahun-tahun sebelumnya. Berbeda dengan tahun-tahun awal berdirinya, beberapa tahun terakhir ini FSBS menyusun program secara sistematis. Ada target yang jelas. Dengan demikian kami berharap kinerja kami terukur. Sebab dari sana kami mengetahui, seberapa jauh kami sudah melangkah.

Tema besar Program Kerja FSBS adalah “Memperkuat Posisi Tawar Organisasi Buruh Dalam Mengantisipasi Dampak Labour Market Flexibility”. Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan program tersebut adalah terbentuknya Perda Ketenagakerjaan. Sebuah perda yang diharapkan mampu membebaskan buruh kontrak dan outsourcing dari ketidakadilan hubungan industrial.

Agar tujuan tercapai, dibutuhkan strategi. Terdapat 4 (empat) strategi yang dirumuskan FSBS di dalam program kerjanya: (1) Pengembangan Organisasi; (2) Peningkatan Kapasitas; (3) Advokasi dan Kampanye; dan (4) Pengembangan Jaringan.

1. Strategi 1: Pengembangan Organisasi
Sebagai sebuah komunitas yang berjuang untuk sesuatu yang lebih baik, FSBS terus berproses untuk tumbuh dan berkembang. Kami menyadari, mantra yang ampuh untuk mencapai tujuan adalah dengan tidak berhenti. Tidak bergenti belajar, tidak berhenti berkarya.

Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

Sepanjang kehidupan manusia, permasalahan itu selalu ada. Orang bijak sering mengatakan, bahwa permasalahan untuk diselesaikan. Bukan untuk dijauhi.

FSBS mempunyai mekanisme yang berbeda dengan organisasi pada umumnya dalam merespon dan menyelesaikan setiap persoalan. Sebagai sebuah “forum”, FSBS tidak pernah bertumpu pada satu atau dua orang tertentu. Tidak ada hierarki pucuk pimpinan disini, semua mempunyai wewenang dan kedudukan yang sama. Semua keputusan diambil melalui forum musyawarah. Oleh karenanya, ketika ada masalah, teman-teman mempunyai rasa tanggungjawab untuk mencari jalan penyelesaian.

Kesekretariatan
Salah satu unsur penting dalam mengembangkan organisasi adalah keberadaan sekretariat. Tanpa sekretariat, organisasi apapun akan rapuh. Sebab secretariat merupakan symbol eksistensi sebuah organisasi..

Sesuai dengan hasil Rapat Evaluasi Tengah Tahun 2008, FSBS mencoba merombak paradigma berfikir. Bahwa keberadaan sekretariat bukan lagi semata-mata menyewa rumah terbuka, lalu membayar tagihan listrik, telepon, dan air. Lebih dari itu, sekretariat juga harus menjadi bagian yang penting dalam memberikan konstribusi keberhasilan bagi program FSBS. Sekretariat juga berarti pusat pengendali keseluruhan aktivitas. Tempat untuk merumuskan, merencanakan, melakukan konsolidasi, menyelenggarakan kerja-kerja administrasi, publikasi, evaluasi, dsb.

Selaras dengan besarnya pengaruh di Serang, tantangan yang dihadapi FSBS juga semakin besar. Kecepatan dalam mengidentifikasi, melakukan koordinasi dan mengambil keputusan, terkait dengan perkembangan ketenagakerjaan menjadi kebutuhan yang tak bisa ditawar-tawar. Disinilah fungsi sebuah secretariat memegang peranan yang sangat penting.



Rapat Rutin Pengurus
Meski kami menyebut pertemuan ini sebagai rapat pengurus, namun jangan dibayangkan rapat ini dihadiri seluruh pengurus FSBS. Banyak juga teman-teman yang bukan pengurus ikut hadir dalam pertemuan yang dijadwalkan 2 (dua) kali dalam sebulan ini.

Antusias teman-teman untuk ikut berpartisipasi dalam menyukseskan agenda kerja FSBS menjadi kebanggan bagi kami. Namun ada ruang yang menjadi kurang sempurna manakala dipertanyakan, mengapa sebuah komunitas sebesar FSBS, masih mempunyai pengurus yang sekedar nama?

Sebagai elemen ketenagakerjaan yang didalamnya terdiri dari berbagai individu dan kelompok dengan pemikiran yang sangat beragam, FSBS membutuhkan pengurus yang mampu menerima perbedaan secara arif dan bijaksana. Pengurus yang menyatukan.

Rapat Rutin Pengurus menjadi sarana yang efektif untuk menjembatani berbagai pemikiran tadi. Bermusyawarah. Berdiskusi dalam menentukan jalan terbaik yang akan ditempuh FSBS dalam menyelesaikan setiap persoalan..


Rapat Evaluasi Tengah Tahun
Penting untuk dicatat, adalah pelaksanaan rapat evaluasi tengah tahun yang kami selenggarakan di awal bulan Juli 2008. Pada awalnya, kami tidak mengagendakan Rapat Evaluasi Tengah Tahun ini sebagai bagian dari program kerja FSBS. Namun ditengah perjalanan kami melihat tantangan yang dihadapi FSBS semakin besar. Tantangan inilah yang memerlukan satu ruang khusus untuk melakukan penyikapan yang lebih baik.

Melalui evaluasi tengah tahun, kami ingin menatap perjalanan kedepan dengan optimis. Evaluasi tengah tahun menjadi semacam tempat perhentian, sebelum melanjutkan ke perjalanan selanjutnya. Dengan demikian kami bisa memastikan prinsip “perbaikan yang berkesinambungan” berjalan dengan semestinya.


Evaluasi dan Rapat Kerja Tahunan (Raker)
Bagi FSBS, Raker merupakan kegiatan tahunan yang sangat penting. Melalui kegiatan ini program kerja selama 1 tahun dibicarakan. Strategi untuk memastikan agar program yang disusun mencapai hasil yang diharapkan disusun. Agenda Raker yang tidak kalah menariknya adalah soal restrukturisasi kepengurusan.

Menyedari raker-raker sebelumnya belum mampu menjawab persoalan FSBS secara keseluruhan, tahun ini kami merencanakan pelaksanaan raker dari jauh-jauh hari. Banyak yang berharap kegiatan ini bukan sekedar seremonial. Sehingga benar-benar menjadi ruang bagi FSBS untuk menyusun program dengan sebaik-baiknya.


3. Strategi 2: Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas merupakan strategi yang kami lakukan untuk mendapatkan SDM yang mumpuni. Di dalam program-program yang kami agendakan, biasanya tidak bisa kami selenggarakan dengan sempurna karena kurangnya pengetahuan teknis terkait dengan hal itu. Disinilah strategi kami yang kedua memainkan peranan.

Tahun ini, program peningkatan kapasitas tidak dilakukan sendiri oleh FSBS. Yang dilakukan FSBS adalah dengan mengirimkan fungsionarisnya dalam berbagai kegiatan pelatihan, seminar, dan lokakarya. Mengingat pengurus FSBS juga aktivis SP/SB yang berfederasi ke tingkat nasional, kegiatan ini tidak pernah sepi dilakukan.

4. Strategi 3: Advokasi dan Kampanye
Advokasi dan Kampanye merupakan kegiatan paling penting bagi FSBS sepanjang tahun. Melalui program ini, kami ingin memastikan perubahan. Kendatipun kami menyadari, bahwa terciptanya hubungan industrial yang adil tidak bisa diperoleh hanya dengan mengandalkan FSBS semata-mata. Minimal, apa yang kami lakukan menginspirasi bagi semua untuk melakukan yang lebih baik.


Pendataan/Riset Kecil
FSBS melakukan pendataan ketenagakerjaan di awal tahun. Hal ini dilakukan, untuk mengejar momentum May Day. Harapannya, pada puncak perayaan hari buruh Internasional tersebut, FSBS bisa mempublikasikan Kertas Posisi. Dalam kertas posisi inilah sikap dan pandangan FSBS akan dipaparkan secara lugas dan tegas. Oleh karena itu, peran kertas posisi dalam kampanye yang dilakukan FSBS menjadi sangat penting.

Namun disinilah permasalahan itu timbul. Waktu pendataan yang relatif pendek, membuat Tim Riset harus bekerja ekstra. Apalagi untuk mengumpulkan sekian banyak data dari komunitas buruh yang berbeda-beda. Pelajaran yang berhasil dipetik dari sini adalah pentingnya akan uraian pelaksanaan kegiatan dan waktu kerja yang lebih panjang/longgar.

Seperti halnya pendataan yang dilakukan FSBS pada tahun-tahun sebelumnya, tahun ini FSBS masih memfokuskan pada data data tenaga kerja (buruh). Seiring dengan perjalanan waktu, ada kebutuhan untuk melengkapi data-data tersebut dengan melibatkan narasumber dari Disnaker, DPRD, Pemda, Apindo, Tokoh Masyarakat, dan Akademisi (Pengamat Perburuhan). Sehingga bisa memperkaya data yang diperoleh FSBS. Disamping itu FSBS bisa memetakan permasalahan buruh Serang secara lebih detail dan akurat.

Meskipun mayoritas buruh di Serang adalah perempuan, namun kami merasa belum ada desain khusus untuk memetakan persoalan yang mereka alami. Dalam banyak hal, kegiatan yang dilakukan FSBS justru didominasi oleh laki-laki.


Analisis Data
Kegiatan menganalisis data menjadi penting, sebab dalam tahapan ini dibutuhkan kejelian dan tingkat akurasi. Data yang konkret dan menyakinkan, lebih berharga dari argumentasi sehebat apapun. Dan disinilah letak rahasia FSBS, sehingga bisa menyatukan berbagai element dan menyakinkan pihak-pihak terkait untuk segera berubah.

Kedepan, diperlukan kejelasan dalam dalam menentukan peserta yang akan diundang untuk mengikuti analisis data. Dalam hal ini, keterlibatan unsur akademisi diyakini akan memberikan “power” lebih dari kertas posisi yang akan disusun kedepan.

Kritik yang disampaikan kepada FSBS terkait kertas posisi yang dikeluarkan FSBS tahun 2008 adalah: “Didalam melakukan analisis data tidak terfokus/terarah sehingga banyak ceritanya dibandingkan bukti-bukti/data-data sehingga sehingga kertas posisi yang dibuat terlalu tebal dan tidak efektif”. Masukan ini menjadi sangat berarti bagi berbaikan di masa mendatang.


Kampanye
Kampanye yang dilakukan FSBS, bersama-sama dengan element ketenagakerjaan yang lain, sangat intens di tahun 2008. Pengurus dan relawan FSBS mendatangi DPRD, Bupati, Disnaker, Kapolres, Apindo, Himpunan Pengusaha Wilayah Serang (HIPWIS), sejumlah Partai Politik, para politisi, dan sejumlah tokoh untuk menyakinkan mereka terkait dengan dampak kebijakan labour market flexibility.

Hasilnya, wacana penolakan buruh kontrak dan outsourcing semakin menguat. Salah satunya adalah adanya komitment untuk segera membuat Perda.

5. Strategi 4: Pengembangan Jaringan
Hingga saat ini, FSBS masih mengerjakan program tindak lanjut jaringan di Bojonegara. Diantaranya adalah terkait dengan riset dan kampanye LMF. Kendati harus diakui, bahwa pelaksanaan program ini agak tersendat akibat padatnya agenda di sekretariat FSBS, namun tidak berarti kegiatan jaringan terbengkalai.

Kedepan, pengembangan jaringan harus lebih diintensifkan. Salah satunya adalah dengan jalan mengoptimalkan waktu dan pendanaan kegiatan. Diyakini, kegiatan ini akan menimbulkan daya dorong yang sangat besar dalam menyuarakan sikap FSBS.

Konsultasi Media/Siaran Pers
Diyakini atau tidak, pers ikut memberikan andil yang cukup besar dalam mempublikasikan sikap dan posisi FSBS. Untuk itu, Raker merekomendasikan agar segera disusun strategi khusus dalam bekerja bersama media.

Rapat Akbar (May Day)
Rapat akbar memberikan dampak yang luar biasa upaya mewujudkan hubungan industrial yang adil di Serang. Sebuah koran local utama di Banten menyebutnya sebagai Kado Terindah Bagi Buruh. Bagaimana tidak, sambutan, simpati dan dukungan terhadap perjuangan buruh mengalir dari berbagai pihak. Segera setelah itu, Pemerintah Kabupaten mengajak perwakilan buruh untuk melakukan study banding ke Batam, guna mendiskusikan lebih lanjut tentang apa yang disebut sebagai Perda Ketenagakerjaan.

FSBS 2008

05 Maret 2009

Forum Diskusi dan Kajian Politik Ketenagakerjaan


Minggu, 22 Februari 2009 Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS)menyelenggarakan Forum Diskusi dan Kajian Politik Ketenagakerjaan. Hadir dalam acara tersebut, Anggota DPR RI, Darmayanto. Selain sebagai anggota Komisi IV DPR RI, aktivitas Darmayanto yang lain adalah sebagai Sekretaris Pusat Kajian Ketenagakerjaan Dewan Eksekutif Nasional KAHMI dan Wakil Ketua Pansus Orang Hilang.


Suasana diskusi














Bersama Pengurus FSBS


DARI KERJA TETAP MENUJU TETAP KERJA: DAMPAK PRAKTEK KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING TERHADAP KEPASTIAN KERJA DAN KESEJAHTERAAN BURUH DI KABUPATEN SERANG

Ada sebuah pergeseran besar terjadi pada saat ini tentang status kerja buruh. Dari status kerja tetap menjadi tetap kerja dengan status kontrak atau outsourcing. Pertumbuhan jumlah buruh kontrak dan outsourcing dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seperti dilaporkan oleh Kompas pada Catatan Akhir Tahun (11/12/2007), “…saat ini saja sudah ada 22.275 perusahaan yang menyerahkan sebagian atau hampir semua pekerjaannya kepada pihak ketiga. Padahal, semua perusahaan tersebut masih memiliki 2.114.774 tenaga kerja. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan, ada 1.082 perusahaan penyedia jasa pekerja yang mempekerjakan 114.566 orang. Selain itu, ada juga 1.540 perusahaan pemborongan pekerjaan yang mempekerjakan 78.918 orang.”


Selanjutnya, pada laporan yang sama, Kompas juga menambahkan bahwa pada sektor perbankan saja di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangeran, dan Bekasi, “perputaran gaji pekerja kontrak tahun 2005 masih Rp 3,6 miliar. Tahun 2006 nilainya telah melonjak menjadi Rp 5 miliar dan tahun ini diperkirakan sudah menembus Rp 6 miliar.”


Pertumbuhan jumlah buruh kontrak di sektor perbankan inilah yang melatarbelakangi kekhawatiran Gubernur Bank Indonesia. Kekhawatiran ini terungkap ketika Gubernur BI memberikan pidato sambutan di hadapan kalangan perbankan seperti dilaporkan oleh Antara (9/7/2007) atau hanya beberapa bulan sebelum Catatan Akhir Tahun Kompas di atas. Alasan utamanya adalah penggunaan buruh kontrak dan outsourcing pada jangka panjang akan memberikan dampak buruk terhadap kinerja perbankan. "Sebaiknya perbankan melihat kembali kebijakan ini, karena dalam jangka panjang yang dibutuhkan peningkatan efisiensi melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan pegawainya," katanya.


Sebagai tindak lanjut dari pidato sambutan ini, Bank Indonesia akan menerbitkan PBI (Peraturan Bank Indonesia) pada Maret 2008 yang salah satunya akan “melarang bank merekrut tenaga kerja sewaan (outsourcing) untuk kegiatan inti usaha bank. Tenaga outsourcing hanya diperbolehkan untuk kegiatan usaha bank yang sifatnya tidak inheren” (Kompas, 21/12/2007).


Mengapa praktek buruh kontrak dan outsourcing marak terjadi? Apa dampak penggunaan buruh kontrak dan outsourcing terhadap buruh? Berangkat dari pertanyaan inilah sesungguhnya kertas posisi ini dirumuskan oleh Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS). Kertas Posisi ini disusun berdasarkan hasil riset kecil dan diskusi kelompok terfokus yang dikerjakan di Serang.



Tebar Janji Fleksibilisasi


Menurut Bappenas dalam Ringkasan Eksekutif mengenai Kebijakan Pasar Kerja (2003), kebijakan fleksibilisasi pasar kerja akan meningkatkan investasi, perluasan kesempatan kerja di sektor formal, dan selanjutnya akan menyumbang pada pengurangan angka kemiskinan.


Secara umum di lapangan, fleksibilisasi mengambil tiga bentuk, yaitu, pertama, fleksibilisasi yang terkait dengan organisasi produksi. Skala organisasi bersifat lentur mengikuti permintaan pasar. Kedua, fleksibilisasi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan buruh. Buruh harus lentur menyesuaikan tugas atau pekerjaan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Ketiga, fleksibilisasi yang terkait dengan upah. Upah yang diperoleh buruh dibebaskan dari berbagai tunjangan yang semestinya diperoleh buruh (lihat Tabel I).

Tabel I:

Bentuk Fleksibilisasi

Bentuk Fleksibilisasi Gambaran Singkat Contoh
Fleksibilisasi organisasi produksi Skala organisasi dan jumlah buruh disesuaikan dengan skala produksi dan ordernya

* Penggunaan buruh kontrak, harian lepas ataupun magang
* Penyerahan sebagian proses produksi ke perusahaan lain atau rumah tangga

Fleksibilisasi fungsional Seorang buruh dituntut untuk bisa mengerjakan lebih dari dua pekerjaan sekaligus

* Seorang buruh operator mesin sekaligus juga menjadi sopir bus jemputan pabrik

Fleksibilisasi upah Mengurangi komponen upah tetap dan menghapuskan aneka tunjangan

* Buruh kontrak hanya mendapatkan upah sebesar UMK



Dukungan terhadap rekomendasi ini muncul dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah dari kalangan pengusaha. Landasan atas dukungan ini terutama adalah adanya asumsi bahwa pasar kerja yang fleksibel akan menurunkan beban pengusaha atas biaya buruh.



Landasan Hukum


Ada dua landasan hukum pokok terhadap proses fleksibilisasi. Legalisasi sistem kerja kontrak melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan KEPMEN No. 100/2004 tentang Pelaksanaan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Legalisasi sistem outsourcing/pemborongan pekerjaan melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, KEPMEN No. 220/2004 tentang Pemborongan Pekerjaan, dan KEPMEN No. 101/2004 tentang Perijinan Penyedia Jasa Buruh-Pekerja.



Fleksibilisasi di Serang: Janji yang Tidak Terbukti


Setidaknya terdapat dua janji fleksibilisasi, yaitu menciptakan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.


Namun yang terjadi di lapangan; beberapa komponen hubungan industrial berubah dan semua bermuara pada pengurangan biaya buruh. Dugaan dari Gubernur Bank Indonesia bahwa penggunaan buruh kontrak dan outsourcing bertujuan semata-mata untuk efisiensi terbukti (lihat Tabel II).


Tabel II:

Perubahan Hubungan Industrial

Komponen Hubungan Industrial Fakta Lapangan
Status hubungan kerja

* Menjamurnya praktek buruh kontrak dan outsourcing
* Pemutihan masa kerja dari PKWTT ke PKWT
* Penugasan atau rotasi berdasarkan kebutuhan majikan/pengusaha

Besaran upah

* Upah maksimum sebesar UMK
* Upah berdasarkan target produksi
* Banyak hak-hak buruh dihapus
* Upah masih dipotong oleh agen tenaga kerja

Jam kerja

* Waktu kerja semakin panjang
* Kelebihan jam kerja tidak dihitung lembur
* Sering berubah-ubah sesuai dengan kehendak majikan
* Waktu untuk bersosialisasi di masyarakat hilang
* Perhatian terhadap keluarga terabaikan

Jaminan social dan kesehatan

* Tidak mendapatkan jaminan sosial dan penggantian biaya kesehatan
* Tidak diikutsertakan dalam program Jamsostek

Keanggotaan dalam SB

* Ruang gerak berorganisasi relatif terbatas dibanding buruh tetap

Proses rekrutmen

* Melalui yayasan atau calo tenaga kerja
* Harus membayar sejumlah biaya rekrutmen yang dikutip oleh calo antara 1-3 juta
* Buruh kontrak (500 ribu- 1,5 juta.
* Buruh tetap (2-3 juta)

Hak-hak dasar lainnya

* Buruh perempuan tidak mendapatkan cuti haid.
* Pembatasan usia kerja maksimum 30 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.




Hubungan Kerja


Dalam kaitannya dengan bentuk fleksibilisasi dalam status hubungan kerja perusahaan-perusahaan di Serang memperlihatkan tumbuhnya praktek penggunaan buruh kontrak dan outsourcing. Praktek penggunaan ini juga diikuti dengan berbagai pelanggaran. Hasil riset kecil yang diselenggarakan oleh FSBS (Juli 2006) memperlihatkan berbagai pelanggaran yang terjadi di 35 perusahaan di lima kawasan industri di Serang. Ada 77% perusahaan yang mempekerjakan buruh kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tetap atau inti (core production). 7% perusahaan melakukan pelanggaran dalam masa kerja kontrak dengan secara berulang-ulang memperperpanjang kontrak.


Situasi yang terkait dengan status hubungan kerja juga tidak membaik dibandingkan dengan situasi 2008. Ini dapat dilihat dari hasil riset kecil yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008). Hasil riset memperlihatkan bahwa terjadi banyak pelanggaran. Ada 19% dari 25 perusahaan di lima kawasan industri di Serang yang menyelenggarakan perjanjian kerja untuk buruh kontrak tidak dibuat secara tertulis. Sementara itu ada 27% perusahaan mensyaratkan adanya masa percobaan bagi buruh kontrak. 79% perusahaan memperkerjakan buruh kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tetap. Pelanggaran lain adalah ada 43% mempekerjakan buruh kontrak dengan cara memperpanjang masa kontrak berulang-ulang kali.


Fakta di atas bisa memperlihatkan bahwa penggunaan buruh kontrak merupakan pilihan yang menarik bagi perusahaan. Hal ini bisa diduga terkait dengan biaya buruh cenderung lebih rendah karena perusahaan tidak wajib memberikan pesangon kepada buruh jika kontrak kerja berakhir. Selain itu, perusahaan tidak wajib untuk memasukkan buruh kontrak dalam sistem kenaikan upah berkala.


Besaran Upah


Dalam wawancara mendalam oleh FSBS (April 2008) dengan seorang perempuan bersuamikan seorang buruh kontrak, terungkap bahwa pendapatan suaminya tidak dapat mencukupi lagi untuk menutup kebutuhan dasar sehari-hari. “Terpaksa kami harus menitipkan anak-anak kami di kampung bersama neneknya.” Siasat mengurangi beban ekonomi ini terjadi karena buruh kontrak mengalami diskriminasi.


Dalam diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008), terungkap fakta bahwa kebanyakan buruh kontrak hanya mendapatkan upah sesuai dengan target produksi. Sementara, ketentuan yang berlaku, yaitu Upah Minimum Kabupaten, lebih banyak diperlakukan oleh pengusaha sebagai patokan saja. Tidak sedikit laporan bahwa lantaran tidak mencapai target produksi buruh kontrak mendapatkan upah di bawah ketentuan yang berlaku. Lebih parah lagi, tidak sedikit pula buruh mengeluhkan potongan rutin yang dilakukan oleh agen tenaga kerja yang memasukkan mereka ke perusahaan.


Jam Kerja


Wawancara lapangan dan diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan temuan bahwa jumlah jam kerja dan pergantian waktu kerja ditentukan berdasarkan kebutuhan perusahaan. Waktu kerja cenderung semakin panjang dan kelebihan kerja tidak dihitung lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Jaminan Sosial dan Kesehatan


Nampaknya, motif yang sama melandasi pengusaha untuk memperkecil biaya buruh terkait dengan hak buruh pada jaminan sosial. Riset kecil FSBS (Juli 2006) memperlihatkan ada 48% dari 35 perusahaan tidak memberikan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Menurut ketentuan, perusahaan wajib mengikutsertakan buruh mereka ke program ini yang meliputi Jaminan Kesehatan, Kematian, Kecelakaan Kerja, dan Hari Tua. Dalam program ini, perusahaan wajib menyisihkan dana untuk menanggung iuran.


Keanggotaan dalam Serikat Buruh


Buruh kontrak dan outsourcing jarang yang terlibat dalam kegiatan serikat buruh. Dari 57 laporan yang dikumpulkan lewat wawancara dan diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008), ada 36 laporan yang menyebutkan buruh kontrak dan outsourcing takut tidak diperpanjang kontrak mereka apabila berhubungan dengan serikat buruh. 7 laporan menyebutkan ketakutan mereka atas pemutusan hubungan kerja di tengah-tengah kontrak. 9 laporan menyebutkan perasaan sungkan atau takut pada atasan merupakan alasan utama untuk tidak terlibat dalam serikat buruh. Sementara, ada dua laporan menyebutkan beban kerja yang berat menyebabkan mereka tidak punya waktu lagi untuk terlibat dalam serikat buruh.

Proses Rekruitmen


Praktek penggunaan buruh kontrak dan outsourcing nampaknya telah menciptakan kesempatan kerja baru bagi individu atau lembaga penyalur tenaga kerja. Disnaker yang pada dekade lalu memiliki peran penting dalam proses penyebaran informasi kesempatan kerja telah diambil alih oleh pihak swasta. Perubahan ini sesungguhnya tidak menjadi masalah jika pelaku baru ini tidak mengenakan biaya yang tidak sedikit bagi buruh untuk dapat bekerja.


Hasil wawancara dan diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan bahwa ada kecenderungan semakin sulitnya buruh untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, mereka menggunakan jasa penyalur tenaga kerja untuk mendapatkan akses terhadap pekerjaan yang diinginkan mereka. Penggunaan jasa ini menyebabkan buruh terpaksa mengeluarkan sejumlah uang. Wawancara lapangan oleh FSBS (2008) memperlihatkan betapa seorang buruh terpaksa mengundurkan diri pada hari pertama dia bekerja karena tidak memiliki uang untuk membayar jasa seorang calo. Posisi dia dengan cepat digantikan oleh buruh lain yang bersedia membayar secara tunai.


Wawancara lain menyebutkan bahwa seorang buruh perempuan tetap harus membayar sejumlah uang kepada calo kendati dia berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan dengan melewati berbagi tes. Calo tersebut meminta uang dengan alasan bahwa semua buruh yang hendak masuk ke perusahaan tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari dia.


Hak-hak Dasar Lainnya


Wawancara dan diskusi kelompok terfokus oleh FSBS (2008) memperlihatkan usia menjadi salah satu faktor utama. Buruh kontrak dan outsourcing mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan kembali seiring dengan bertambah usia mereka. Usia di atas 30 tahun merupakan usia kritis bagi buruh kontrak dan outsourcing.



Modus Fleksibilisasi


Dengan alasan di atas itulah perusahaan kemudian terdorong untuk semakin membuat hubungan kerja menjadi lebih fleksibel. Hasil diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan bentuk modus fleksibilisasi seperti terlihat di Tabel III di bawah ini.


Tabel III:

Modus Fleksibilisas

Bentuk Modus Gambaran Detail
Pemutihan masa kerja

* Buruh tetap yang masa kerja lama ditawari pesangon dan direkrut lagi menjadi buruh kontrak.
* Besaran pesangon tergantung penawaran pengusaha

PHK massal dan rekrut kontrak

* PHK massal dengan cara menutup pabrik kemudian membuka kembali dan merekrut buruh dengan sistem kontrak.
* PHK masal dengan alasan efisiensi, dan waktu tidak lama merekrut kembali dengan sistem kontrak.



Pemutihan masa kerja merupakan salah satu modus. Wawancara oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan masa kerja dapat dijadikan uang. Seorang buruh terpaksa mengganti masa kerja dari 5 menjadi 0 tahun untuk mendapatkan kompensasi sebesar kurang-lebih 6 juta rupiah demi biaya pengobatan anaknya yang menderita leukimia. Proses ini persis terjadi ketika pengusaha menawarkan pemutihan masa kerja kepada semua buruh di perusahaannya untuk menekan biaya upah. Buruh tersebut cukup beruntung karena statusnya tidak berubah dari buruh tetap menjadi buruh kontrak. Tidak sedikit laporan menyebutkan bahwa proses pemutihan masa kerja biasanya juga diikuti oleh perubahan status kerja.


Perubahan status kerja seperti di atas lebih umum terjadi pada modus yang lain, yaitu pengusaha melakukan PHK massal dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang biasa digunakan adalah pailit. Setelah PHK massal terjadi dengan payung nama perusahaan yang berbeda, pengusaha tadi kembali merekrut buruh tersebut untuk dipekerjakan kembali dengan status kontrak. Perubahan status ini sangat mempengaruhi kesejahteraan buruh. Mereka hanya mendapatkan upah sebesar UMK dan tidak mendapatkan lagi berbagai tunjangan yang dulu mereka nikmati sewaktu bekerja sebagai buruh tetap.


Proses rekruitmen buruh kontrak dan outsourcing tidak selalu dikerjakan oleh perusahaan secara langsung. Proses seperti ini menjadi pilihan menarik bagi perusahaan karena selain perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana untuk membiayai proses ini, proses ini juga dapat menghindarkan perusahaan dari resiko mempekerjakan buruh. Hasil diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) dapat dilihat di Tabel IV di bawah ini:


Tabel IV:

Proses Rekruitmen Buruh Kontrak dan Outsourcing

Alur Gambaran Pelaku
Informasi lowongan

* Didominasi oleh para calo dan lembaga outsourcing.
* Disnaker masih menyediakan informasi lowongan tetapi amat terbatas



* Oknum tokoh masyarakat
* Lembaga outsourcing

Proses melamar Rekomendasi dan referensi dari calo atau lembaga outsourcing Calon pekerja, Calo, Penyalur Tenaga kerja
Tes rekrutmen Formalitas saja, bentuknya wawancara Staf personalia
Masuk kerja

* Tanda tangan kontrak dengan perusahaan atau lembaga outsourcing
* Melalui masa percobaan

Calon Pekerja, Staf Personalia atau Yayasan/Lembaga Outsourcing
Pemberian kerja Instruksi langsung dari struktur manajemen perusahaan Kepala Regu, Foreman
Penerimaan upah Tergantung dari kontrak kerja: Pengusaha atau lembaga outsourcing Staf Personalia atau Staf lembaga outsourcing
Pemotongan upah Apabila kontrak kerja langsung dengan perusahaan tidak dilakukan pemotongan, tetapi apabila kontrak kerja dilakukan dengan pihak lembaga outsourcing pemotongan upah dilakukan setiap bulan dengan besaran sekitar 10% dari upah yang diterima. Staf Personalia perusahaan pemberi kerja atau staf lembaga outsourcing
Penghentian/

perpanjangan kontrak


* Masa kontrak berakhir
* Apabila dilakukan perpanjangan kontrak buruh yang bersangkutan harus membayar lagi sejumlah uang kepada calo atau lembaga outsourcing.

Staf Personalia perusahaan pemberi kerja atau staf lembaga outsourcing



Dampak Fleksibilisasi


Terhadap Rumah Tangga Buruh


Peralihan praktek penggunaan buruh tetap ke buruh kontrak dan outsourcing terlihat menguntungkan pengusaha seperti tergambar di atas. Namun, proses ini namkanya mesti dibayar mahal oleh buruh dan keluarga mereka. Diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan biaya-biaya ekonomi dan sosial yang harus ditanggung oleh keluarga buruh seperti tergambar di tabel di bawah ini:

Jenis Kondisi yang Dialami Siasat
Kehidupan ekonomi rumah tangga

* Daya beli rendah
* Asupan gizi keluarga rendah
* Tidak memiliki tempat tinggal yang tetap



* Frekwensi dan kualitas makan dikurangi
* Suami istri harus bekerja agar kebutuhan keluarga terpenuhi
* Mendapat bantuan uang atau kebutuhan makan dari orang tua
* Tidak pernah rekreasi
* Mencari penghasilan tambahan dengan: lembur, ngojek, jualan, istri atau anaknya menjadi pengasuh anak tetangga tetangganya yang bekerja

Kehidupan social-masyarakat

* Kurang bersosialisasi dengan tetangga, waktu habis untuk mencari penghasilan tambahan


Psikologis

* Mengalami tekanan mental
* Emosi tidak terkontrol
* Rendah diri



* Nonton TV

Pendidikan & perkembangan anak

* Anak kurang mendapat perhatian
* Anak putus sekolah



* Dititipkan ke orang tua di kampung
* Dititipkan kepada tetangga dengan memberikan imbalan

Ikatan keluarga & kampung

* Keharmonisan keluarga terganggu
* Frekwensi pulang kampung semakin jarang




Siasat menitipkan anak ke orang tua buruh di kampung halaman dan pemberian sumbangan uang dan bahan-bahan kebutuhan pokok oleh orang tua ke buruh yang bekerja di Serang sudah cukup menggejala di kalangan buruh. Dengan demikian, orang tua buruh bisa dikatakan memberikan subsidi secara langsung kepada keberlanjutan hidup keluarga buruh dan secara tidak langsung memberikan subsidi kepada kelangsungan hidup perusahaan di Serang.


Terhadap Serikat Buruh


Fleksibilisasi merupakan pukulan telak bagi serikat buruh. Diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan kerugian yang nyata dialami oleh serikat buruh seperti terlihat di tabel di bawah ini:

Jenis Kondisi yang Dialami Siasat
Keanggotaan Jumlah anggota berkurang, karena buruh kontrak takut untuk berorganisasi Memberikan pemahaman mengenai hak berserikat
Peran-peran SB Serikat buruh tingkat basis yang ada gagap, tidak siap, dan takut menghadapi persoalan buruh kontrak

* Beberapa SB di tingkat pabrik berupaya memperjuangkan kepentingan buruh kontrak melalui PKB
* Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serang melakukan kampanye menghentikan sistim kerja kontrak dan outsourcing

Penanganan kasus Akibat maraknya sistem kerja kontrak, mengakibatkan kasus-kasus buruh kontrak tidak mendapat perhatian selayaknya Kebanyakan buruh bersikap pasrah karena takut mempersoalkan ketidakadilan yang dialami
Kekuatan luar yang dihadapi Banyak pihak diluar pengusaha, pemerintah dan buruh ikut terlibat dalam proses perekrutan, hubungan kerja sampai PHK sehingga menambah persoalan baru dalam hubungan industrial di Serang Melakukan pendekatan kepada pemerintah, DPRD, Disnaker agar melakukan penegakan hukum secara benar dan maksimal.
Peran Disnaker Pengawas. Lemah dalam melakukan pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha

Mediator, tidak profesioal menjalankan fungsinya sesuai ketentuan peraturan perburuhan



Serikat buruh menghadapi tantangan besar dengan jumlah anggota mereka yang menurun. Perubahan status buruh tetap menjadi buruh kontrak dan outsourcing telah menjadikan mereka takut untuk menjadi anggota buruh. Tidak sedikit laporan menyebutkan secara entah secara diam-diam atau terbuka, perusahaan mengancam buruh kontrak dan outsourcing untuk tidak terlibat dalam serikat buruh. Ketakutan ini sungguh beralasan mengingat perusahaan dengan mudah tidak memperbarui kontrak kerja jika mereka tetap bertekad untuk terlibat dalam serikat buruh.


Gejala di atas merupakan sebuah petunjuk tidak dihormatinya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.



Rekomendasi


1. Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Serang perlu mengambil inisiatif untuk membuat Perda Pembatasan Buruh Kontrak dan Outsourcing, yang pada intinya memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pekerja/buruh dan keluarganya).



2. Pemerintah Daerah Kabupaten (melalui Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Serang), serius dalam memberantas dan menindaklanjuti segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, diantaranya yang terkait dengan penyelewengan penggunaan buruh kontrak dan outsourcing, penggelapan iuran jamsostek, pelanggaran kebebasan berserikat, mafia peradilan hubungan industrial, pelanggaran ketentuan pengupahan, dsb.



3. Senantiasa melibatkan elemen pekerja/buruh dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan ketenagakerjaan.








Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait dengan Kertas Posisi ini, mohon menghubungi:



Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS)

Sekretariat : Jl. Raya Serang – Jakarta KM. 65 ( Depan Kantor BRI Cikande )

Kp. Kademangan RT. 01 RW. 03 Ds. Parigi, Kab. Serang – Prop. Banten 42186

HP. 0813 8056 7813 - 0818 0716 5440 – 0813 1724 0412

04 Maret 2009

Nasib Buruh Yang Terlupakan:Catatan awal untuk mengusik kepedulian terhadap buruh kontrak dan outsourcing di Bojonegara dan Anyer

Salah satu yang sering ditanyakan kepada Serikat Pekerja/Serikat Buruh ketika sedang melakukan audiensi dengan kalangan eksekutif dan legislatif di Kabupaten Serang adalah; mengapa setiap permasalahan ketenagakerjaan selalu muncul dari Serang wilayah Timur, (Jawilan, Cikande, Kibin) dan jarang sekali muncul dari Serang wilayah Barat (Bojonegara, Anyer, dan sekitarnya)? Benarkah dampak kebijakan fleksibilisasi pasar kerja yang ditandai dengan maraknya buruh kontrak, outsourcing dan upah murah lebih bersikap kasuistis?


Untuk memastikan kondisi hubungan industrial di daerah Bojonegara dan Anyer, FSBS melakukan pendataan di daerah tersebut. Sepintas, memang hubungan industrial di wilayah tersebut seperti tidak bermasalah. Tidak ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Tidak ada eksploitasi terhadap buruh. Ukurannya sangat mudah, jarang sekali terdengar ada laporan perselisihan hubungan industrial dari daerah ini.


Benarkah demikian?



Gambaran Umum


Secara umum, Bojonegara didominasi perusahaan multinasional dan padat modal. Upah buruh di perusahaan-perusahaan tersebut (sedikit) lebih baik dari perusahaan lain pada umumnya. Selain kimia, jenis idustri lain yang berada di daerah ini adalah sektor logam, energi, dsb.


Lain di Bojonegara, lain pula di Anyer. Sebagai kawasan wisata, buruh di Anyer mayoritas berada di sektor pariwisata dan perhotelan. Selain itu, kita juga akan menemui perusahaan yang beroperasi di bidang perikanan (PT. Triwindu Graha Manunggal).


Jarak yang relatif jauh dengan pusat kekuasaan (Pemda, DPRD, dan Disnaker), membuat informasi ketenagakerjaan yang didapat buruh di wilayah ini relatif lebih lambat. Disamping itu, tersebarnya sentra-sentra industri di wilayah ini juga berkonstribusi memperlemah komunikasi buruh di antar perusahaan. Karena tidak terjalin kebersamaan, akibatnya mereka cenderung tidak terorganisir.



Bentuk-bentuk Fleksibilisasi Pasar Kerja


1. Fleksibilisasi yang terkait dengan organisasi produksi.



Fleksibilisasi dalam bentuk ini terlihat dengan banyaknya buruh kontrak, outsourcing, borongan, dan harian lepas. Berbicara penggunaan buruh kontrak, outsourcing, borongan dan harian lepas mungkin bukan hal yang baru. Begitu juga dengan yang terjadi di Bojonegara dan Anyer. Informalisasi sektor formal, berada dalam level yang sedemikian mengkhawatirkan.


Pasca lahirnya UU No.13 Tahun 2003, hubungan industrial dilihat dari sisi hubungan kerja jelas-jelas mengalami degradasi atau penurunan kwalitas. Begitu juga yang terjadi diperusahaan saya, dimana dulunya system rekrutmen tenaga kerja melalui seleksi yang sangat ketat dan berorentasi pada status hubungan kerja tetap melalui masa percobaan. Tetapi setelah pertengahan tahun 2004 sistem rekrutmen tenaga kerja diperusahaan saya jadi tidak jelas. Awalnya sih melalui system tenaga kerja kontrak dengan dalih perusahaan ingin mencari tenaga kerja yang benar-benar berkwalitas, tetapi sekarang justru perusahaan lebih suka memakai tenaga kerja dari yayasan Outsorcing seperti Koperasi. Ada juga jasa tenaga kerja yang dikelola oleh orang dalam perusahaan. Manager dan Kepala Bagian , dan hal tersebut telah menjadi sesuatu yang biasa dan seolah-olah bukan merupakan bentuk pelanggaran.


Sumber: FGD dengan buruh Bojonegara


Nampaknya, informalisasi sektor formal dalam hubungan kerja menjadi fakta yang tak terbantahkan. Status kerja menjadi tidak jelas. Seperti industri rumahan, buruh bisa bekerja dan dikeluarkan hari itu juga.

.


2. Fleksibilisasi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan buruh.



Kondisi ini terlihat dari adanya tuntutan kepada buruh untuk menyesuaikan tugas atau pekerjaan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Dalam hal ini, buruh harus mengerjakan lebih banyak dari yang seharusnya mereka kerjakan. Rangkap tugas dan jabatan. Dan ini tidak selalu dibarengi dengan kenaikan upah.


Sistem ini juga berdampak pada fleksibelnya jam kerja. Sebab ketika buruh tidak berhasil menyelesaikan pekerjaanya sesuai dengan jam normal, ia harus melanjutkan pekerjaannya, tanpa dibayar lembur.


Bagi buruh di sektor Pariwisata dan Perhotelan, kondisi ini lebih memprihatinkan. Buruh yang tidak dilaporkan, bahkan jumlahnya jauh lebih banyak. Mereka pada umumnya buruh panggilan. Kalau ada pekerjaan ya dipanggil masuk kerja, kalau tidak ada ya dirumahkan. Ketidakjelasan nasib dan status menghantui mereka, entah sampai kapan.



3. Fleksibilisasi yang terkait dengan upah.



Upah yang diperoleh buruh dibebaskan dari berbagai tunjangan yang semestinya diperoleh buruh. Bukan hanya soal tunjangan, untuk kasus-kasus tertentu, juga ditemukan buruh yang upahnya masih dibawah upah minimum Kab. Serang.


Pengelompokan buruh di Serang wilayah Barat sangat terlihat. Disatu sisi, ada buruh dengan status permanent, bekerja di perusahaan multinasional dengan tingkat upah dan tunjangan yang relatif tinggi. Namun disatu sisi, ada juga buruh yang upah dan tunjangannya pun ketika digabung tidak lebih dari nilai UMK. Perbandingan ini akan semakin kontras ketika disandingkan dengan kondisi buruh-buruh yang bekerja di daerah Anyer.


Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh perubahan pola pikir masyarakat didalam memandang pekerjaan sebagai status sosial. Dimana dulunya mayoritas masyarakat disana mata pencaharian adalah sebagai nelayan, petani dan pedagang tetapi sekarang masyarakat (generasi muda) lebih suka bekerja pada sector riil (pekerja pabrikan) sehingga fenomena ini dimanfaatkan oleh pihak pengusaha untuk mencari tenaga kerja yang murah tapi berkwalitas dan ini didukung oleh regulasi yang dibuat pemerintah.


Sumber: FGD dengan buruh Bojonegara



Sekilas Potret ‘Ketidakberdayaan Buruh’


Potret ketidakberdayaan buruh menghadapi badai LMF di Serang Barat menghasilkan sebuah gambar yang kompleks. Ketidakberdayaan buruh terhadap permasalahan LMF juga terkait dengan masalah sosial. Dimana kebutuhan hidup tidak bisa diajak kompromi, belum lagi antara kesempatan kerja dan lapangan kerja tidak seimbang. Sulitnya mendapat pekerjaan, juga membuat seseorang tidak memperdulikan lagi hubungan kerjanya.


Bila ditanya, kenapa mau bekerja tanpa status yang nggak jelas masa depannya ? Jawabanya, “ah…. dari pada nganggur lebih baik kita kerja apa adanya. Yang penting, sampai saat ini kita bisa hidup, punya penghasilan. Daripada kita nuntut macam-macam, ujung-ujungnya kita nganggur lagi”


Sumber: FGD dengan buruh Bojonegara


Sikap apatis di atas semakin diperparah dengan lemahnya penegakan hukum. Seandainya fungsi pengawasan berjalan baik, Disnaker bekerja professional, setidak-tidaknya hal tersebut bisa dicegah. Atau minimal dikurangi. Namun kenyataannya, Disnaker terkesan tutup mata terhadap persoalan tersebut

.


Upaya Mengusik Kepedulian Buruh Bojonegara dan Anyer


Lima tahun sejak diundangkannya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pelanggaran terhadap kaum buruh semakin menumpuk. Untuk itu perlu dipikirkan cara-cara mengurangi dampak buruk penerapan kebijakan fleksibilisasi pasar kerja dengan pendekatan yang kreatif, dengan menggunakan beragam strategi. Khususnya dalam tingkatan lokal.


Dalam konteks kebuntuan sekarang, perlu dipikirkan pendekatan yang majemuk untuk terus mendorong pengungkapan berbagai bentuk pelanggaran tersebut. Upaya-upaya ini tetap perlu didorong, misalnya dengan melakukan penguatan dan pemberdayaan teman-teman buruh di Serang Barat, agar berani mengungkap berbagai pelanggaran yang mereka alami.


Tetapi sebuah pendekatan majemuk berarti kita tidak hanya berharap bahwa Pemerintah akan melakukan langkah-langkah yang kredibel. Kita juga harus bekerja secara proaktif untuk menggunakan mekanisme yang ada. Misalnya, dengan mendesak Pemda untuk segera menyusun Peraturan Daerah (Perda) pembatasan buruh kontrak dan outsourcing.


Dalam kaitan dengan itu, FSBS mendesak dan merekomendasikan:


1. Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Serang perlu mengambil inisiatif untuk membuat Perda Pembatasan Buruh Kontrak dan Outsourcing, yang pada intinya memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pekerja/buruh dan keluarganya).



2. Pemerintah Daerah Kabupaten (melalui Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Serang), serius dalam memberantas dan menindaklanjuti segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, diantaranya yang terkait dengan penyelewengan penggunaan buruh kontrak dan outsourcing, penggelapan iuran jamsostek, pelanggaran kebebasan berserikat, mafia peradilan hubungan industrial, pelanggaran ketentuan pengupahan, dsb.



3. Senantiasa melibatkan elemen pekerja/buruh dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan ketenagakerjaan.








Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait dengan Kertas Posisi ini,

mohon menghubungi:



Koordinator Umum FSBS:

Kahar S. Cahyono

HP. 0818 0716 5440

E-mail: KAHAR.MIS@GMAIL.COM


Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS)

Sekretariat : Jl. Raya Serang – Jakarta KM. 65 ( Depan Kantor BRI Cikande )

Kp. Kademangan RT. 01 RW. 03 Ds. Parigi, Kab. Serang – Prop. Banten 42186

Susunan Pengurus

Berikut adalah susunan Pengurus Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) hasil Rapat Kerja Tahun 2008 di Gedung FKGS - Cikande. Berikut adalah susunan secara lengkap Badan Pengurus Harian FSBS:


Koordinator Umum: Kahar S. Cahyono

Koordinator Politik Hukum dan Ham: Argo Priyo Sujatmiko

Koordinator Penelitian Pengembangan dan Database: Nursyaifudin

Koordinator Informasi Publikasi dan Dokumentasi: Isbandi Anggono

Koordinator Keuangan dan Kesekretariatan: Junaedi

Sekretaris Umum: Heri Susanto

Sekretaris: Kamaludin
 
Kembali lagi ke atas