05 Maret 2009

DARI KERJA TETAP MENUJU TETAP KERJA: DAMPAK PRAKTEK KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING TERHADAP KEPASTIAN KERJA DAN KESEJAHTERAAN BURUH DI KABUPATEN SERANG

Ada sebuah pergeseran besar terjadi pada saat ini tentang status kerja buruh. Dari status kerja tetap menjadi tetap kerja dengan status kontrak atau outsourcing. Pertumbuhan jumlah buruh kontrak dan outsourcing dari tahun ke tahun semakin meningkat. Seperti dilaporkan oleh Kompas pada Catatan Akhir Tahun (11/12/2007), “…saat ini saja sudah ada 22.275 perusahaan yang menyerahkan sebagian atau hampir semua pekerjaannya kepada pihak ketiga. Padahal, semua perusahaan tersebut masih memiliki 2.114.774 tenaga kerja. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan, ada 1.082 perusahaan penyedia jasa pekerja yang mempekerjakan 114.566 orang. Selain itu, ada juga 1.540 perusahaan pemborongan pekerjaan yang mempekerjakan 78.918 orang.”


Selanjutnya, pada laporan yang sama, Kompas juga menambahkan bahwa pada sektor perbankan saja di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangeran, dan Bekasi, “perputaran gaji pekerja kontrak tahun 2005 masih Rp 3,6 miliar. Tahun 2006 nilainya telah melonjak menjadi Rp 5 miliar dan tahun ini diperkirakan sudah menembus Rp 6 miliar.”


Pertumbuhan jumlah buruh kontrak di sektor perbankan inilah yang melatarbelakangi kekhawatiran Gubernur Bank Indonesia. Kekhawatiran ini terungkap ketika Gubernur BI memberikan pidato sambutan di hadapan kalangan perbankan seperti dilaporkan oleh Antara (9/7/2007) atau hanya beberapa bulan sebelum Catatan Akhir Tahun Kompas di atas. Alasan utamanya adalah penggunaan buruh kontrak dan outsourcing pada jangka panjang akan memberikan dampak buruk terhadap kinerja perbankan. "Sebaiknya perbankan melihat kembali kebijakan ini, karena dalam jangka panjang yang dibutuhkan peningkatan efisiensi melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan pegawainya," katanya.


Sebagai tindak lanjut dari pidato sambutan ini, Bank Indonesia akan menerbitkan PBI (Peraturan Bank Indonesia) pada Maret 2008 yang salah satunya akan “melarang bank merekrut tenaga kerja sewaan (outsourcing) untuk kegiatan inti usaha bank. Tenaga outsourcing hanya diperbolehkan untuk kegiatan usaha bank yang sifatnya tidak inheren” (Kompas, 21/12/2007).


Mengapa praktek buruh kontrak dan outsourcing marak terjadi? Apa dampak penggunaan buruh kontrak dan outsourcing terhadap buruh? Berangkat dari pertanyaan inilah sesungguhnya kertas posisi ini dirumuskan oleh Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS). Kertas Posisi ini disusun berdasarkan hasil riset kecil dan diskusi kelompok terfokus yang dikerjakan di Serang.



Tebar Janji Fleksibilisasi


Menurut Bappenas dalam Ringkasan Eksekutif mengenai Kebijakan Pasar Kerja (2003), kebijakan fleksibilisasi pasar kerja akan meningkatkan investasi, perluasan kesempatan kerja di sektor formal, dan selanjutnya akan menyumbang pada pengurangan angka kemiskinan.


Secara umum di lapangan, fleksibilisasi mengambil tiga bentuk, yaitu, pertama, fleksibilisasi yang terkait dengan organisasi produksi. Skala organisasi bersifat lentur mengikuti permintaan pasar. Kedua, fleksibilisasi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan buruh. Buruh harus lentur menyesuaikan tugas atau pekerjaan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Ketiga, fleksibilisasi yang terkait dengan upah. Upah yang diperoleh buruh dibebaskan dari berbagai tunjangan yang semestinya diperoleh buruh (lihat Tabel I).

Tabel I:

Bentuk Fleksibilisasi

Bentuk Fleksibilisasi Gambaran Singkat Contoh
Fleksibilisasi organisasi produksi Skala organisasi dan jumlah buruh disesuaikan dengan skala produksi dan ordernya

* Penggunaan buruh kontrak, harian lepas ataupun magang
* Penyerahan sebagian proses produksi ke perusahaan lain atau rumah tangga

Fleksibilisasi fungsional Seorang buruh dituntut untuk bisa mengerjakan lebih dari dua pekerjaan sekaligus

* Seorang buruh operator mesin sekaligus juga menjadi sopir bus jemputan pabrik

Fleksibilisasi upah Mengurangi komponen upah tetap dan menghapuskan aneka tunjangan

* Buruh kontrak hanya mendapatkan upah sebesar UMK



Dukungan terhadap rekomendasi ini muncul dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah dari kalangan pengusaha. Landasan atas dukungan ini terutama adalah adanya asumsi bahwa pasar kerja yang fleksibel akan menurunkan beban pengusaha atas biaya buruh.



Landasan Hukum


Ada dua landasan hukum pokok terhadap proses fleksibilisasi. Legalisasi sistem kerja kontrak melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan KEPMEN No. 100/2004 tentang Pelaksanaan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. Legalisasi sistem outsourcing/pemborongan pekerjaan melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, KEPMEN No. 220/2004 tentang Pemborongan Pekerjaan, dan KEPMEN No. 101/2004 tentang Perijinan Penyedia Jasa Buruh-Pekerja.



Fleksibilisasi di Serang: Janji yang Tidak Terbukti


Setidaknya terdapat dua janji fleksibilisasi, yaitu menciptakan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.


Namun yang terjadi di lapangan; beberapa komponen hubungan industrial berubah dan semua bermuara pada pengurangan biaya buruh. Dugaan dari Gubernur Bank Indonesia bahwa penggunaan buruh kontrak dan outsourcing bertujuan semata-mata untuk efisiensi terbukti (lihat Tabel II).


Tabel II:

Perubahan Hubungan Industrial

Komponen Hubungan Industrial Fakta Lapangan
Status hubungan kerja

* Menjamurnya praktek buruh kontrak dan outsourcing
* Pemutihan masa kerja dari PKWTT ke PKWT
* Penugasan atau rotasi berdasarkan kebutuhan majikan/pengusaha

Besaran upah

* Upah maksimum sebesar UMK
* Upah berdasarkan target produksi
* Banyak hak-hak buruh dihapus
* Upah masih dipotong oleh agen tenaga kerja

Jam kerja

* Waktu kerja semakin panjang
* Kelebihan jam kerja tidak dihitung lembur
* Sering berubah-ubah sesuai dengan kehendak majikan
* Waktu untuk bersosialisasi di masyarakat hilang
* Perhatian terhadap keluarga terabaikan

Jaminan social dan kesehatan

* Tidak mendapatkan jaminan sosial dan penggantian biaya kesehatan
* Tidak diikutsertakan dalam program Jamsostek

Keanggotaan dalam SB

* Ruang gerak berorganisasi relatif terbatas dibanding buruh tetap

Proses rekrutmen

* Melalui yayasan atau calo tenaga kerja
* Harus membayar sejumlah biaya rekrutmen yang dikutip oleh calo antara 1-3 juta
* Buruh kontrak (500 ribu- 1,5 juta.
* Buruh tetap (2-3 juta)

Hak-hak dasar lainnya

* Buruh perempuan tidak mendapatkan cuti haid.
* Pembatasan usia kerja maksimum 30 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.




Hubungan Kerja


Dalam kaitannya dengan bentuk fleksibilisasi dalam status hubungan kerja perusahaan-perusahaan di Serang memperlihatkan tumbuhnya praktek penggunaan buruh kontrak dan outsourcing. Praktek penggunaan ini juga diikuti dengan berbagai pelanggaran. Hasil riset kecil yang diselenggarakan oleh FSBS (Juli 2006) memperlihatkan berbagai pelanggaran yang terjadi di 35 perusahaan di lima kawasan industri di Serang. Ada 77% perusahaan yang mempekerjakan buruh kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tetap atau inti (core production). 7% perusahaan melakukan pelanggaran dalam masa kerja kontrak dengan secara berulang-ulang memperperpanjang kontrak.


Situasi yang terkait dengan status hubungan kerja juga tidak membaik dibandingkan dengan situasi 2008. Ini dapat dilihat dari hasil riset kecil yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008). Hasil riset memperlihatkan bahwa terjadi banyak pelanggaran. Ada 19% dari 25 perusahaan di lima kawasan industri di Serang yang menyelenggarakan perjanjian kerja untuk buruh kontrak tidak dibuat secara tertulis. Sementara itu ada 27% perusahaan mensyaratkan adanya masa percobaan bagi buruh kontrak. 79% perusahaan memperkerjakan buruh kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tetap. Pelanggaran lain adalah ada 43% mempekerjakan buruh kontrak dengan cara memperpanjang masa kontrak berulang-ulang kali.


Fakta di atas bisa memperlihatkan bahwa penggunaan buruh kontrak merupakan pilihan yang menarik bagi perusahaan. Hal ini bisa diduga terkait dengan biaya buruh cenderung lebih rendah karena perusahaan tidak wajib memberikan pesangon kepada buruh jika kontrak kerja berakhir. Selain itu, perusahaan tidak wajib untuk memasukkan buruh kontrak dalam sistem kenaikan upah berkala.


Besaran Upah


Dalam wawancara mendalam oleh FSBS (April 2008) dengan seorang perempuan bersuamikan seorang buruh kontrak, terungkap bahwa pendapatan suaminya tidak dapat mencukupi lagi untuk menutup kebutuhan dasar sehari-hari. “Terpaksa kami harus menitipkan anak-anak kami di kampung bersama neneknya.” Siasat mengurangi beban ekonomi ini terjadi karena buruh kontrak mengalami diskriminasi.


Dalam diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008), terungkap fakta bahwa kebanyakan buruh kontrak hanya mendapatkan upah sesuai dengan target produksi. Sementara, ketentuan yang berlaku, yaitu Upah Minimum Kabupaten, lebih banyak diperlakukan oleh pengusaha sebagai patokan saja. Tidak sedikit laporan bahwa lantaran tidak mencapai target produksi buruh kontrak mendapatkan upah di bawah ketentuan yang berlaku. Lebih parah lagi, tidak sedikit pula buruh mengeluhkan potongan rutin yang dilakukan oleh agen tenaga kerja yang memasukkan mereka ke perusahaan.


Jam Kerja


Wawancara lapangan dan diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan temuan bahwa jumlah jam kerja dan pergantian waktu kerja ditentukan berdasarkan kebutuhan perusahaan. Waktu kerja cenderung semakin panjang dan kelebihan kerja tidak dihitung lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Jaminan Sosial dan Kesehatan


Nampaknya, motif yang sama melandasi pengusaha untuk memperkecil biaya buruh terkait dengan hak buruh pada jaminan sosial. Riset kecil FSBS (Juli 2006) memperlihatkan ada 48% dari 35 perusahaan tidak memberikan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Menurut ketentuan, perusahaan wajib mengikutsertakan buruh mereka ke program ini yang meliputi Jaminan Kesehatan, Kematian, Kecelakaan Kerja, dan Hari Tua. Dalam program ini, perusahaan wajib menyisihkan dana untuk menanggung iuran.


Keanggotaan dalam Serikat Buruh


Buruh kontrak dan outsourcing jarang yang terlibat dalam kegiatan serikat buruh. Dari 57 laporan yang dikumpulkan lewat wawancara dan diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008), ada 36 laporan yang menyebutkan buruh kontrak dan outsourcing takut tidak diperpanjang kontrak mereka apabila berhubungan dengan serikat buruh. 7 laporan menyebutkan ketakutan mereka atas pemutusan hubungan kerja di tengah-tengah kontrak. 9 laporan menyebutkan perasaan sungkan atau takut pada atasan merupakan alasan utama untuk tidak terlibat dalam serikat buruh. Sementara, ada dua laporan menyebutkan beban kerja yang berat menyebabkan mereka tidak punya waktu lagi untuk terlibat dalam serikat buruh.

Proses Rekruitmen


Praktek penggunaan buruh kontrak dan outsourcing nampaknya telah menciptakan kesempatan kerja baru bagi individu atau lembaga penyalur tenaga kerja. Disnaker yang pada dekade lalu memiliki peran penting dalam proses penyebaran informasi kesempatan kerja telah diambil alih oleh pihak swasta. Perubahan ini sesungguhnya tidak menjadi masalah jika pelaku baru ini tidak mengenakan biaya yang tidak sedikit bagi buruh untuk dapat bekerja.


Hasil wawancara dan diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan bahwa ada kecenderungan semakin sulitnya buruh untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, mereka menggunakan jasa penyalur tenaga kerja untuk mendapatkan akses terhadap pekerjaan yang diinginkan mereka. Penggunaan jasa ini menyebabkan buruh terpaksa mengeluarkan sejumlah uang. Wawancara lapangan oleh FSBS (2008) memperlihatkan betapa seorang buruh terpaksa mengundurkan diri pada hari pertama dia bekerja karena tidak memiliki uang untuk membayar jasa seorang calo. Posisi dia dengan cepat digantikan oleh buruh lain yang bersedia membayar secara tunai.


Wawancara lain menyebutkan bahwa seorang buruh perempuan tetap harus membayar sejumlah uang kepada calo kendati dia berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan dengan melewati berbagi tes. Calo tersebut meminta uang dengan alasan bahwa semua buruh yang hendak masuk ke perusahaan tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari dia.


Hak-hak Dasar Lainnya


Wawancara dan diskusi kelompok terfokus oleh FSBS (2008) memperlihatkan usia menjadi salah satu faktor utama. Buruh kontrak dan outsourcing mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan kembali seiring dengan bertambah usia mereka. Usia di atas 30 tahun merupakan usia kritis bagi buruh kontrak dan outsourcing.



Modus Fleksibilisasi


Dengan alasan di atas itulah perusahaan kemudian terdorong untuk semakin membuat hubungan kerja menjadi lebih fleksibel. Hasil diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan bentuk modus fleksibilisasi seperti terlihat di Tabel III di bawah ini.


Tabel III:

Modus Fleksibilisas

Bentuk Modus Gambaran Detail
Pemutihan masa kerja

* Buruh tetap yang masa kerja lama ditawari pesangon dan direkrut lagi menjadi buruh kontrak.
* Besaran pesangon tergantung penawaran pengusaha

PHK massal dan rekrut kontrak

* PHK massal dengan cara menutup pabrik kemudian membuka kembali dan merekrut buruh dengan sistem kontrak.
* PHK masal dengan alasan efisiensi, dan waktu tidak lama merekrut kembali dengan sistem kontrak.



Pemutihan masa kerja merupakan salah satu modus. Wawancara oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan masa kerja dapat dijadikan uang. Seorang buruh terpaksa mengganti masa kerja dari 5 menjadi 0 tahun untuk mendapatkan kompensasi sebesar kurang-lebih 6 juta rupiah demi biaya pengobatan anaknya yang menderita leukimia. Proses ini persis terjadi ketika pengusaha menawarkan pemutihan masa kerja kepada semua buruh di perusahaannya untuk menekan biaya upah. Buruh tersebut cukup beruntung karena statusnya tidak berubah dari buruh tetap menjadi buruh kontrak. Tidak sedikit laporan menyebutkan bahwa proses pemutihan masa kerja biasanya juga diikuti oleh perubahan status kerja.


Perubahan status kerja seperti di atas lebih umum terjadi pada modus yang lain, yaitu pengusaha melakukan PHK massal dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang biasa digunakan adalah pailit. Setelah PHK massal terjadi dengan payung nama perusahaan yang berbeda, pengusaha tadi kembali merekrut buruh tersebut untuk dipekerjakan kembali dengan status kontrak. Perubahan status ini sangat mempengaruhi kesejahteraan buruh. Mereka hanya mendapatkan upah sebesar UMK dan tidak mendapatkan lagi berbagai tunjangan yang dulu mereka nikmati sewaktu bekerja sebagai buruh tetap.


Proses rekruitmen buruh kontrak dan outsourcing tidak selalu dikerjakan oleh perusahaan secara langsung. Proses seperti ini menjadi pilihan menarik bagi perusahaan karena selain perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana untuk membiayai proses ini, proses ini juga dapat menghindarkan perusahaan dari resiko mempekerjakan buruh. Hasil diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) dapat dilihat di Tabel IV di bawah ini:


Tabel IV:

Proses Rekruitmen Buruh Kontrak dan Outsourcing

Alur Gambaran Pelaku
Informasi lowongan

* Didominasi oleh para calo dan lembaga outsourcing.
* Disnaker masih menyediakan informasi lowongan tetapi amat terbatas



* Oknum tokoh masyarakat
* Lembaga outsourcing

Proses melamar Rekomendasi dan referensi dari calo atau lembaga outsourcing Calon pekerja, Calo, Penyalur Tenaga kerja
Tes rekrutmen Formalitas saja, bentuknya wawancara Staf personalia
Masuk kerja

* Tanda tangan kontrak dengan perusahaan atau lembaga outsourcing
* Melalui masa percobaan

Calon Pekerja, Staf Personalia atau Yayasan/Lembaga Outsourcing
Pemberian kerja Instruksi langsung dari struktur manajemen perusahaan Kepala Regu, Foreman
Penerimaan upah Tergantung dari kontrak kerja: Pengusaha atau lembaga outsourcing Staf Personalia atau Staf lembaga outsourcing
Pemotongan upah Apabila kontrak kerja langsung dengan perusahaan tidak dilakukan pemotongan, tetapi apabila kontrak kerja dilakukan dengan pihak lembaga outsourcing pemotongan upah dilakukan setiap bulan dengan besaran sekitar 10% dari upah yang diterima. Staf Personalia perusahaan pemberi kerja atau staf lembaga outsourcing
Penghentian/

perpanjangan kontrak


* Masa kontrak berakhir
* Apabila dilakukan perpanjangan kontrak buruh yang bersangkutan harus membayar lagi sejumlah uang kepada calo atau lembaga outsourcing.

Staf Personalia perusahaan pemberi kerja atau staf lembaga outsourcing



Dampak Fleksibilisasi


Terhadap Rumah Tangga Buruh


Peralihan praktek penggunaan buruh tetap ke buruh kontrak dan outsourcing terlihat menguntungkan pengusaha seperti tergambar di atas. Namun, proses ini namkanya mesti dibayar mahal oleh buruh dan keluarga mereka. Diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan biaya-biaya ekonomi dan sosial yang harus ditanggung oleh keluarga buruh seperti tergambar di tabel di bawah ini:

Jenis Kondisi yang Dialami Siasat
Kehidupan ekonomi rumah tangga

* Daya beli rendah
* Asupan gizi keluarga rendah
* Tidak memiliki tempat tinggal yang tetap



* Frekwensi dan kualitas makan dikurangi
* Suami istri harus bekerja agar kebutuhan keluarga terpenuhi
* Mendapat bantuan uang atau kebutuhan makan dari orang tua
* Tidak pernah rekreasi
* Mencari penghasilan tambahan dengan: lembur, ngojek, jualan, istri atau anaknya menjadi pengasuh anak tetangga tetangganya yang bekerja

Kehidupan social-masyarakat

* Kurang bersosialisasi dengan tetangga, waktu habis untuk mencari penghasilan tambahan


Psikologis

* Mengalami tekanan mental
* Emosi tidak terkontrol
* Rendah diri



* Nonton TV

Pendidikan & perkembangan anak

* Anak kurang mendapat perhatian
* Anak putus sekolah



* Dititipkan ke orang tua di kampung
* Dititipkan kepada tetangga dengan memberikan imbalan

Ikatan keluarga & kampung

* Keharmonisan keluarga terganggu
* Frekwensi pulang kampung semakin jarang




Siasat menitipkan anak ke orang tua buruh di kampung halaman dan pemberian sumbangan uang dan bahan-bahan kebutuhan pokok oleh orang tua ke buruh yang bekerja di Serang sudah cukup menggejala di kalangan buruh. Dengan demikian, orang tua buruh bisa dikatakan memberikan subsidi secara langsung kepada keberlanjutan hidup keluarga buruh dan secara tidak langsung memberikan subsidi kepada kelangsungan hidup perusahaan di Serang.


Terhadap Serikat Buruh


Fleksibilisasi merupakan pukulan telak bagi serikat buruh. Diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan oleh FSBS (April 2008) memperlihatkan kerugian yang nyata dialami oleh serikat buruh seperti terlihat di tabel di bawah ini:

Jenis Kondisi yang Dialami Siasat
Keanggotaan Jumlah anggota berkurang, karena buruh kontrak takut untuk berorganisasi Memberikan pemahaman mengenai hak berserikat
Peran-peran SB Serikat buruh tingkat basis yang ada gagap, tidak siap, dan takut menghadapi persoalan buruh kontrak

* Beberapa SB di tingkat pabrik berupaya memperjuangkan kepentingan buruh kontrak melalui PKB
* Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serang melakukan kampanye menghentikan sistim kerja kontrak dan outsourcing

Penanganan kasus Akibat maraknya sistem kerja kontrak, mengakibatkan kasus-kasus buruh kontrak tidak mendapat perhatian selayaknya Kebanyakan buruh bersikap pasrah karena takut mempersoalkan ketidakadilan yang dialami
Kekuatan luar yang dihadapi Banyak pihak diluar pengusaha, pemerintah dan buruh ikut terlibat dalam proses perekrutan, hubungan kerja sampai PHK sehingga menambah persoalan baru dalam hubungan industrial di Serang Melakukan pendekatan kepada pemerintah, DPRD, Disnaker agar melakukan penegakan hukum secara benar dan maksimal.
Peran Disnaker Pengawas. Lemah dalam melakukan pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha

Mediator, tidak profesioal menjalankan fungsinya sesuai ketentuan peraturan perburuhan



Serikat buruh menghadapi tantangan besar dengan jumlah anggota mereka yang menurun. Perubahan status buruh tetap menjadi buruh kontrak dan outsourcing telah menjadikan mereka takut untuk menjadi anggota buruh. Tidak sedikit laporan menyebutkan secara entah secara diam-diam atau terbuka, perusahaan mengancam buruh kontrak dan outsourcing untuk tidak terlibat dalam serikat buruh. Ketakutan ini sungguh beralasan mengingat perusahaan dengan mudah tidak memperbarui kontrak kerja jika mereka tetap bertekad untuk terlibat dalam serikat buruh.


Gejala di atas merupakan sebuah petunjuk tidak dihormatinya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.



Rekomendasi


1. Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Serang perlu mengambil inisiatif untuk membuat Perda Pembatasan Buruh Kontrak dan Outsourcing, yang pada intinya memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pekerja/buruh dan keluarganya).



2. Pemerintah Daerah Kabupaten (melalui Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Serang), serius dalam memberantas dan menindaklanjuti segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, diantaranya yang terkait dengan penyelewengan penggunaan buruh kontrak dan outsourcing, penggelapan iuran jamsostek, pelanggaran kebebasan berserikat, mafia peradilan hubungan industrial, pelanggaran ketentuan pengupahan, dsb.



3. Senantiasa melibatkan elemen pekerja/buruh dalam upaya mencari solusi terhadap permasalahan ketenagakerjaan.








Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait dengan Kertas Posisi ini, mohon menghubungi:



Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS)

Sekretariat : Jl. Raya Serang – Jakarta KM. 65 ( Depan Kantor BRI Cikande )

Kp. Kademangan RT. 01 RW. 03 Ds. Parigi, Kab. Serang – Prop. Banten 42186

HP. 0813 8056 7813 - 0818 0716 5440 – 0813 1724 0412

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kembali lagi ke atas