09 November 2009

UMK 2010: Jangan Mimpi Bergaji Tinggi

Oleh: Kahar S. Cahyono

Hujan deras mengguyur Cikande saat saya hendak menghadiri rapat koordinasi Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Serang (ASPSB) di Bhayangkara, Sabtu 07 Nopember 2009. Terlintas dalam benak saya, kalau sampai pukul 16.00 hujan belum juga reda, saya tidak akan hadir dalam acara itu. Untuk hadir dalam rakord ini, bahkan saya sudah membatalkan sebuah kegiatan diskusi yang rencananya akan dilangsungkan di Sekretariat Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS), pada hari dan jam yang sama.

Inilah sulitnya, bilamana ASPSB dan FSBS menyelenggarakan kegiatan yang bersamaan. Di ASPSB, saya menjadi Sekretaris, sehingga keberadaan saya disana menjadi penting. Sedangkan di FSBS, posisi sebagai Koordinator Umum, menempatkan saya harus bertanggungjawab terhadap kelancaran setiap kegiatan FSBS. Itu tidak seberapa, sebenarnya, karena semestinya saya bisa mendelegasikan kepada yang lain. Masalahnya, semua personil FSBS adalah adalah para fungsionaris ASPSB.

Mau tidak mau harus memilih. Dan saya memutuskan untuk menunda kegiatan di FSBS (yang sudah tertunda beberapa bulan), dan meminta kepada para personil FSBS untuk menghadiri kegiatan ASPSB.

Upah Minimum

Rapat Koordinasi ASPSB kali ini membahas strategi dan pandangan para pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Serang terkait dengan UMK 2010. Dimana Dewan Pengupahan akan mengadakan rapat penentuan UMK pada tanggal 10 s/d 11 Nopember 2009. Beberapa nama yang hadir adalah Hafuri Yahya, Argo Priyo Sujatmiko, Nursyaifusin (FSPKEP), Isbandi Anggono, Kahar S. Cahyono (FSPMI), Asep Danawiria, Pardio, Heri Susanto (KSPSI), Amir Sanusi (KSBSI), Maya Agung Dewandaru (SPN), dan Atep (FSBB).

Tidak seperti rapat ASPSB sebelumnya, kali ini Federasi Serikat Buruh Banten (FSBB), juga turut hadir. Tentu saja, kehadiran FSBB, yang notabene bukan menjadi anggota ASPSB menjadi surprise tersendiri. Sebab, sebelumnya, meskipun sudah diundang, mereka tidak bersedia hadir. Ini berarti, dari seluruh SP/SB yang memiliki wakil di Depekab, hanya dari FKK PT. Indah Kiat yang tidak hadir.

Kebersamaan ini menghasilkan sebuah komitment, untuk mengawal kebijakan upah minimum Kabupaten Serang tahun 2010. Memang tidak ada jaminan bahwa harapan itu akan terealisasi, namun setidaknya, kebersamaan antar SP/SB yang selama ini terbangun, menjadi bagian penting yang tidak boleh diabaikan.

Apa yang istimewa dengan UMK? Pertanyaan ini menggelitik saya, setiap menjelang akhir tahun. Memang tidak bisa dipungkiri, bagi aktivis buruh, UMK adalah perjuangan. Penetapannya tidak jarang dilewati dengan proses yang melelahkan. Demontrasi, seminar, loby, dan berbagai diskusi dilakukan, dimana semua itu bertujuan agar nilai UMK bisa besar. Setiap buruh bermimpi mendapatkan gaji tinggi melalui UMK yang akan ditetapkan sebentar lagi.

Hasilnya?

Tetap saja tidak memuaskan kalangan buruh. Masih saja disebutkan bahwa upah buruh murah. Mereka tereksploitasi, masih nombok biaya hidupnya. Pendek kata, cerita buruh selalu dibumbui dengan air mata kesedihan. Perjuangan yang sia-sia?

“Jangan hanya mengeluh”, saya mengulang-ulang pernyataan ini. Bahwa buruh Indonesia belum sampai pada taraf kesejahteraan yang diinginkan, saya sepakat. Namun tidak seharusnya hal ini menjadi pembenaran buat kita untuk menunjukkan wajah sengsara setiap saat. Pekerja Indonesia adalah orang-orang hebat, dan dia memang berhak mendapat predikat itu. Maka berhentilah merendahkan diri sendiri.

Daripada hanya mengeluh dan meratapi nasib, lebih baik kita segera bangkit dan berjuang meraih cita dan asa. Apapun itu. Tidak seorang pun berhak merebut kesuksesan itu dari tangan kalian. Dan, sekali lagi ingin saya tegaskan, itu tidak akan pernah tercapai bila kita terus menerus mengeluh dan apatis.

Sumber Daya Manusia (SDM)

Berapa banyak diantara kita yang berharap mendapat kenaikan upah dari adanya kenaikan upah minimum. Orang-orang seperti ini mengira, bahwa keberuntungannya ada di tangan Pengusaha. Kalau pemilik perusahaan bersedia menaikkan upah, ya, upahnya naik. Kalau tidak, mau apa? Makanya jangan heran, bila selama bertahun-tahun ia bekerja, namun tidak mendapatkan apa-apa.

Tahu-tahu sudah menginjak masa pensiun. Tahu-tahu perusahaan tutup, dan ia berubah status menjadi pengangguran. Tahu apa sebabnya? Karena mereka tidak berkembang. Tidak berinvestasi kepada dirinya sendiri, dengan meningkatkan kualitas SDM dan mengasah keterampilan.

Apakah itu bisa dilakukan? Bagaimana bisa? Bukankah UMK dihitung dari kebutuhan minimal bagi pekerja lajang, bagi kami yang sudah berkeluarga, sudah pasti gaji sebesar itu tidak akan pernah mencukupi. Sungguh!

Pernyataan itu ada benarnya. Namun tidak sepenuhnya benar. Banyak orang hebat, disekitar anda, yang bisa hidup sejahtera kendati pada awalnya bergaji UMK. Tahu kenapa? Karena ia tidak mengeluh. Tidak menyalahkan siapapun, dan tetap fokus membesarkan dirinya sendiri. Bisa jadi gaji yang besar itu tidak diperoleh dari tempatnya bekerja. Namun bukankah rezki bisa datang dari pintu yang tidak terduga?

Selamat menunggu penetapan UMK 2010, kawan. Namun ingat, jangan pernah berhenti berharap! (*)

Catatan: Tulisan ini juga dimuat di Kabar Indonesia, edisi 9 Nopember 2009

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kembali lagi ke atas