16 November 2009

Berharap Perlindungan Maksimal di Tengah Penegakan Hukum yang Minimal


Oleh : Kahar S. Cahyono

”Saya tidak tahu, apa jadinya kalau saat itu tidak terdaftar sebagai anggota jamsostek,” tutur Amnah sambil menyeka air mata dengan sapu tangan coklat muda.

Buruh pabrik kayu yang berlokasi di Serang-Banten itu, sambil terisak, menceritakan pengalamannya dalam sebuh diskusi bertajuk Optimalisasi Pelayanan Jamsostek Bagi Kepentingan Pekerja dan Dunia Industri yang diselenggarakan Forum Solidaritas Buruh Serang (08/11).

Masih menurut Amnah, saat itu anaknya sakit keras, dan harus dirawat di rumah sakit selama lebih dari seminggu. Beruntung, ia memiliki kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari Jamsostek, sehingga tidak sedikitpun mengeluarkan biaya. ”Padahal saya tidak memiliki cukup uang untuk berobat, tahu sendiri lah, gaji saya hanya UMK, untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih kurang,” ujar Amnah.

Namun sayang, tidak semua pekerja seberuntung Amnah. Sebagaimana diungkapkan oleh Koordinator Hukum, Politik dan HAM FSBS, Argo Priyo Sujatmiko, dari study yang dilakukan FSBS di 26 perusahaan, 16 diantaranya tidak mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta program JPK. Sementara 5 perusahaan yang lain memilih menyelenggarakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri.

Study ini juga menemui adanya perusahaan yang menyediakan fasilitas pemeliharaan kesehatan, dengan jalan mengganti biaya berobat pekerja. Misalnya yang terjadi di PT. SS dengan jumlah pekerja ± 800 orang. Disana pekerja dan keluarganya (suami/istri dan 3 orang anak) mendapatkan pengganti biaya berobat sebesar Rp. 50.000.00/ orang/ bulan.

Untuk rawat inap dengan sakit biasa sebesar 1,5 juta, rawat inap dengan operasi kecil sebesar 2 juta, dan rawat inap dengan operasi besar/cesar sebesar 3 juta. Adapun kekurangan dari jumlah dana tersebut ditanggung sendiri oleh pekerja yang bersangkutan, sehingga akan merugikan pekerja. Karena bila tidak ada pekerja yang sakit, maka dana itu akan kembali ke perusahaan.

”Adanya peluang bagi perusahaan untuk mengelola secara mandiri pelayanan jaminan kesehatan selain melalui Jamsostek agaknya harus segera diverifikasi. Hal ini untuk memastikan, pelayanan dan manfaat yang didapatkan benar-benar lebih baik dari manfaat yang diberikan ketika mengikuti program Jamsostek, sehingga kondisi ini tidak dimanfaatkan perusahaan untuk sekedar ”menggugurkan kewajiban,” saran Argo.

Menanggapi hasil study yang dilakukan FSBS, Isbandi Anggono, anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Serang mengatakan, bahwa program jamsostek menekankan pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah.

Di samping itu, sudah sewajarnya apabila tenaga kerja diikutkan dalam program jamsostek, karena akan memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya dan merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

”Kalau hanya mengandalkan gaji UMK, buruh tidak mampu berobat dikala sakit dan tidak bisa berkutik diwaktu tua. Apalagi, dalam item kebutuhan hidup layak yang dijadikan patokan untuk menghitung nilai UMK tidak memasukkan biaya berobat,” ujar Isbandi.

Isbandi juga menyesalkan masih banyaknya perusahaan yang tidak mengikutkan buruh-buruhnya dalam program Jamsostek. Padahal, menurutnya, Jamsostek adalah hak bagi pekerja, dimana pelanggaran dalam ketentuan ini diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling tinggi 50 juta.

Secara terpisah, Bagus Musharyo, Koordinator Sekretariat Perburuhan Institut Sosial (SPIS), menyampaikan bahwa masih banyaknya buruh yang tidak terdaftar sebagai anggota Jamsostek bukan semata-mata karena kesalahan PT. Jamsostek, karena Jamsostek hanya sebagai badan penyelenggara.

”Ini merupakan cermin lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Sebuah aturan yang sudah jelas-jelas ada sanksinya saja tidak bisa ditegakkan ketika dilanggar, apalagi yang merupakan wilayah abu-abu,” ujar Bagus.

Itulah sebabnya, Bagus sangat mendukung adanya inisiatif dari kalangan pekerja untuk melaporkan kepada Disnaker perusahaan-perusahaan yang masih membandel dengan tidak bersedia mengikuti aturan. Apalagi, ketika UMK masih dirasa belum mencukupi kebutuhan, jamsostek akan melindungi tenaga kerja bilamana mengalami kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.(*)

*) Artikel ini terbit di Harian Online KabarIndonesia, Edisi 15 Nopember 2009

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kembali lagi ke atas